Kamis, 26 Januari 2012

Memimpikan Kota Utopis Atau Sorga Hari Akhir





Pencarian kota utopis sudah menjadi impian umat manusia sejak menyadari wujud sosialnya, baik melalui agama; pemikiran filsafat atau pemikiran sosial hal ini karena setiap manusia mengetahui baik dengan akal maupun hatinya akan perlunya suatu masyarakat lain yang terbebas dari problem dan kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat tempat dia hidup.

Rupanya, Jemaat Esenes juga memimpikan terwujudnya kota utopis semacam itu. Kota yang mereka impikan itu mereka namakan Yerusalem baru. Dalam hal ini telah ditemukan potongan-potongan tulisan berbahasa Aram di enam gua di Qumran. Potongan-potongan ini menceritakan kondisi yang akan dialami oleh kota Yerusalem di akhir zaman. Cerita ini dituturkan melalui mulut seseorang yang bercerita tentang sebuah mimpi tentang masa depan.

Dalam mimpi itu dia mengunjungi kota Yerusalem Baru tersebut. Orang itu mengatakan: "Saya dituntun masuk ke dalam kota. Setelah itu, dia mengukur luas seluruh komplek perumahan, panjangnya, lebarnya, jalan setapak yang mengelilingi kompleks perumahan, lorong-lorong jalan, jalan utama yang membelah tengah kota: lebarnya tiga belas galah. Semua jalan dilapisi batu putih, batu granit. Selanjutnya orang itu memperlihatkan kepadaku luas pintu samping yang berjumlah delapan puluh buah. Luas pintu-pintu samping itu dua galah. Setiap pintu memiliki dua daun yang terbuat dari batu. Dia menuntunku lagi ke kompleks rumah-rumah dan menunjukkan kepadaku rumah-rumah yang ada di sana.

Terdapat kemiripan antara kisah ini dengan kisah yang tersebut di dalam kitab Yehezkiel berikut ini:



"Lalu dibawanya aku ke balai Bait Suci dan ia mengukur tiang-tiang temboknya: tebalnya lima hasta yang sehelah sini dan lima hasta yang sebelah sana; lebar pintu itu empat belas hasta dan dinding sampingnya masing-masing tiga hasta. Panjang balai Bait Suci itu adalah dua puluh hasta dan lebarnya dua belas hasta. Orang dapat naik ke situ melalui tangga yang sepuluh tingkat dan dekat kedua tiang tembok itu ada dua tiang, satu sebelah sini dan satu sebelah sana. "



Selanjutnya, hal yang sama juga tersebut lagi dengan lebih jelas dalam fasal 3 dari kitab Wahyu Yohanes dari Perjanjian Baru, yaitu:



"Barangsiapa menang, ia akan kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan kutuliskan nama Allah-ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah­ku.



Pada zaman Musa, Yerusalem belum menjadi kota suci. Hal ini sama sekali tidak diterangkan dalam kitab Taurat yang lima. Ketika itu yang dianggap sebagai kota suci adalah Sinai. Dalam hal ini, kitab Keluaran fasal tiga menyebutkan bahwa Musa menggembala kambing Yetro, mertuanya, imam Midian.



“Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian ". Sekali, ketika ia menggiring kambing domha itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke gunung Allah, yakni gunung Horeb. Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu iu melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api. Musa berkata: "Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu? "Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah.Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa! " dan ia menjawab: "Ya, Allah. "Lalu la berfirman: "Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus. "Di tempat ini, di atas gunung Sinai yang pada saat ini ditempati biara St. C'aterine, Taurat turun kepada Musa yang tetap berada di atas gunung itu selama empat puluh hari ditemani oleh calon penggantinya, Yosua. Bahkan pada akhir masa yang menurut sumber-sumber Yahudi, Daud dan Sulaiman hidup di kota Yerusulem itu masih terdapat cerita tentang tokoh simbolik yang tersebut dalam fasal 19 dari kitah I Raja-Raja yang masih menganggap gunung Sinai sehagai tempat suci bagi keturunan Israel. Diceritakan bahwa Elia yang malu karena kaumnya menyembah berhala berjalan di padang gurun sejauh sehari perjalanan hingga: duduk di bawah sebuah pohon arar Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku. " Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: "Bangunlah, makanlah! " Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula. Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: "Bangunlah, makanlah.'  Sebab kalau tidak, perjalanmu nanti terlalu jauh bagirnu. " Maka bangunlah ia, lalu makan dan rninum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sumpai ke gunung AIlah, yakni gunung Horeb. Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia? " Jawabnya: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang lsrael meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yung masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku. " Lalu firman-Nya: "Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN! " Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit butu, mendahului TUHAN Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa.

Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, IaIu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" Jawabnya: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku. " Firman TUHAN kepadanya: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu melalui padang gurun ke Damsyik... "



Kota Yerusalem baru menjadi kota suci bagi orang Yahudi setelah dibangun kembali pada abad kelima sebelum Masehi atas izin raja Persia Darius. Raja ini mempersilakan mereka untuk membangun kuil orang Yebus kuno. Tidak ada bukti historis yang menyatakan bahwa mereka tinggal di kota Yerusalem sebelum kota ini dihancurkan oleh Nebukadnezar pada abad sebelumnya, meskipun mereka mempunyai beberapa tempat suci di puncak-puncak gunung yang mengelilingi kota itu. Yebus sendiri adalah salah satu bangsa Semit yang keluar dari Semenanjung Arabia dan mendiami kota Yerusalem semenjak melinium ketiga sebelum Masehi hingga dihancurkan oleh bangsa Babel yang kemudian meninggalkan kota itu dalam keadaan porak poranda. Sebaliknya, peninggalan-peninggalan sejarah malah menunjukkan bahwa kawasan Yerusalem itu pernah dikuasai oleh Mesir sejak masa pemerintahan Tuhutmus III, pembangun imperium pertama yang batas-batasnya membentang dari Nil hingga Eufrat pada pertengahan abad lima belas sebelum Masehi. Selanjutnya, ketika Amonhoteb III naik tahta, kekayaan Mesir mencapai batas yang belum pernah dicapai sebelumnya juga tidak pernah dicapai dalam masa-masa setelahnya.

Raja yang masa pemerintahannya dipenuhi suasana damai ini bisa menggunakan kekayaan ini untuk pembangunan, baik di Mesir sendiri atau di Syiria dan Kanaan. Di daerah-daerah itu telah dibangun sejumlah kuil, istana dan kota-kota berbenteng. Adanya banyak tawanan perang ketika itu sangat berpengaruh dalam memperbanyak jumlah tenaga manusia. Biasanya mereka ini diperkerjakan untuk memotong batu dan membangun. Di sebelah utara benteng Yerusalem terdapat daerah protektorat Mesir. Semua bukti menunjukkan bahwa raja Mesir­lah yang membangun kuil pertama di daerah itu. Detail keterangan mengenai kuil-kuil yang tersebut dalam kisah itu juga menunjukkan bahwa bentuknya mirip dengan kuil-kuil Mesir yang dibangun di Beat-Sean, Megido dan Gezer oleh raja yang sama.

Surat-surat Tel Amarina yang dikirimkan oleh bupati Yerusalem kepada I khnaton menandaskan bahwa orang-orang Mesir telah meninggalkan protektor militer yang terdiri dari pasukan berkuda di kota Yerusalem. Diperkirakan mereka bermukim di daerah yang terletak di sebelah timur Masjidil Aqsa. Selanjutnya, kekuasaan Mesir itu terus bertahan hingga masa pemerintahan Ramsis IV pada akhir abad kedua belas sebelum Masehi.

Sementara kitab II Samuel menyebutkan bahwa raja Daud menguasai sebuah benteng di kota Yerusalem di akhir abad kesebelas sebelum Masehi, penggalian arkeologi hingga saat ini belum mampu membuktikan kebenaran riwayat ini. Kemungkinan besar, berdasarkan bukti-bukti sejarah, kota Yerusalem itu tetap menjadi kota orang Yebus hingga dihancurkan oleh pasukan Nebukadnezar.

Sejak Nehemia membangun kembali kota Yerusalem dan menarik suku-suku Yahudi untuk menghuninya, para wali kota dipilih dari kalangan pendeta yang memimpin ritual peribadatan di kuil baru yang terletak di atas batu.

Hanya saja, sebagian orang Yahudi -terutama jemaat Qumran- menolak berkuasanya para pendeta, baik pada tatanan politik dan sosial untuk bangsa Yehuda atau masalah-masalah ibadah dan keyakinan sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar