Jumat, 27 Januari 2012

Mansukrip Nag Hamady: Kapan Bahasa Koptik Pertama Kali Muncul dan Mengapa Ditutup-tutupi?





Heroglif adalah jenis tulisan pertama yang muncul di Mesir sejak sekitar 5300 tahun yang lalu. Jenis tulisan ini didasarkan pada penggunaan sejumlah lambang yang diambil dari gambar manusia, hewan dan benda mati. Karena jenis tulisan ini memerlukan kecermatan dan waktu yang lama untuk sekadar menuliskan teks yang pendek saja, maka hanya digunakan dalam urusan rumah ibadah dan kuburan. Setelah Heroglif, muncul jenis tulisan yang lebih sederhana, biasa disebut dengan Herotik. Tulisan Herotik hanya mengambil bagian dari huruf Heroglif untuk melukiskan huruf itu. Cara inilah yang biasa digunakan dalam lembaran-lembaran papirus untuk mencatat urusan-urusan negara dan individu. Pada masa-masa akhir dari sejarah Mesir kuno muncul lagi jenis tulisan yang lebih sederhana lagi, disebut dengan Demotik. Pada masa-masa selanjutnya jenis ini mampu menggantikan jenis Herotik dalam penulisan lembaran-lembaran papirus.

Hanya saja, sejak berdirinya rezim Ptolemeus pada abad ketiga sebelum Masehi, bahasa Yunani juga digunakan secara berdampingan dengan bahasa Mesir kuno dalam penulisan. Hal ini, karena keluarga kerajaan berasal dari Yunani. Selain itu, bahasa Yunani juga menjadi bahasa Internasional pada masa itu, persis seperti bahasa Inggris pada zaman kita ini. Hal ini disebabkan dominasi Yunani atas sebagian besar kerajaan-kerajaan kuno. Pada masa itu, para penulis Mesir harus belajar bahasa Yunani di samping bahasa asli mereka. Suatu hal yang memunculkan sebuah kelas masyarakat yang menguasai dua bahasa itu sekaligus, seperti terlihat pada prasasti Rosetta yang sangat terkenal.

Kemudian muncul lagi jenis tulisan baru pada saat orang Mesir berusaha menuliskan bahasa mereka dengan huruf Yunani. Jenis inilah yang di kemudian hari dinamakan dengan huruf Koptik. Huruf-hurufnya adalah huruf-hurufnya Yunani ditambah tujuh huruf dari abjad Mesir kuno. Meskipun sudah ditemukan ribuan naskah Koptik dan sekarang sudah tersebar luas di seluruh museum dunia, sejarah munculnya bahasa ini masih diliputi misteri.

Sangat masuk akal jika kita membayangkan bahwa bahasa ini muncul di tengah-tengah bangsa Mesir pada waktu keluarga kerajaan mempunyai darah Yunani sehingga bahasa ini menjadi bahasa resmi kerajaan. Namun demikian, para peneliti mutakhir bersikeras mengembalikan sejarah bahasa

Koptik ini ke abad ketiga Masehi. Yakni dua abad setelah rezim Ptelomeus dan negara Mesir sudah berpindah ke rezim Romawi. Alasan utama untuk menentukan kemunculan bahasa Koptik pada masa yang cukup akhir ini tidak berlandaskan pada fakta historis tertentu atau bukti yang mempunyai unsur kesejarahan. Sebaliknya penentuan itu hanya berdasarkan pada satu alasan yang berkaitan dengan tersebarnya agama Kristen di kalangan rakyat Mesir. Keyakinan yang berlaku di kalangan para peniliti - berlandaskan pada sumber-sumber gereja Romawi­adalah bahwa orang-orang Mesir baru memeluk agama Kristen pada abad ketiga. Hal itu karena naskah-naskah Koptik itu hanya tersebar di kalangan masyarakat Mesir. Dengan demikian, rasanya tidak masuk akal jika tulisan-tulisan ini muncul sebelum orang Mesir memeluk agama Kristen. Alih-alih menerima bukti arkeologis dari naskah-naskah yang ditemukan -lantas mengakui penyebaran lebih dini ajaran Kristen di Mesir - para peneliti barat malah mengembalikan sejarah munculnya bahasa I<optik itu sendiri ke masa yang lebih kemudian agar sesuai dengan keyakinan-keyakinan khusus mereka.

Meskipun Joseprus, uskup Kaesarea di Palestina menyebutkan dalam bukunya tentang sejarah gereja yang dia tulis pada abad keempat bahwa Santo Markus, penulis Injil kedua dari Perjanjian Baru adalah pendiri gereja pertama di Iskandaria (Alexandria), para peneliti Barat bersikeras mengatakan bahwa gereja ini hanya untuk orang Yahudi dan Yunani dan bukan untuk orang Mesir. Sedangkan umat Kristen Mesir Koptik sendir menganggap Santo Markus sebagai pendiri gereja mereka. Mereka mengatakan bahwa dirinya mati terbunuh di Iskandaria pada tahun 63 M. Jasadnya dikuburkan di bawah mezbah Patriarch Iskandaria. Tetapi beberapa abad kemudian, orang-orang Romawi mengambil tulang-belulangnya lalu dikuburkan lagi di bawah gereja Santo Markus di kota Venecia. Saya pribadi tidak tahu kenapa orang-orang barat itu ngotot untuk mengatakan bahwa Markus ini bukan orang Mesir tetapi orang asing yang datang ke Mesir dan hidup di Iskandaria. Padahal tidak ada informasi mengenai kelahirannya di tempat lain atau mempunyai hubungan dengan kota lain. Sangat wajar jika seorang manusia di hari-hari tuanya hidup di kampung halamannya.

Josephus malah menentukan tanggal kedatangannya ke Mesir, yaitu pada awal pemerintahan kaisar Romawi Claudius. Yakni awai tahun empat puluhan dari abad pertama. Saat itu, Paulus belum memulai perjalanan-perjalanan pekabarannya. Atas dasar ini, gereja Mesir berarti lebih tua daripada mayoritas gereja yang muncul di wilayah-wilayah Romawi lain, termasuk gereja Roma. Bahkan kitab Kisah Para Rasul membahas keberangkatan para pekabar Kristen dari Mesir untuk menyiarkan agama Kristen ke seluruh wilayah kerajaan Romawi. Disebutkan dalam fasal delapan belas bahwasanya seseorang yang bernama Apolos tiba di kota Efesus. Dia ini berasal dari Iskandaria, fasih berbicara, pandai menulis, memahami jalan Tuhan, semangat, berbicara, mengajar dengan sangat jeli segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Dengan terang-terangan menyatakan dengan tulisan di depan jemaat Yahudi bahwa Yesus ini adalah Mesiah."

Hal pertama yang harus diketahui mengenai asal-usul gereja Mesir dan sampai di mana penindasan yang mereka derita, pertama dari orang-orang Romawi pagan kemudian dari tangan gereja Roma. Agar ibu kota imperium Roma juga menjadi ibu kota agama baru, maka para uskupnya melakukan penindasan terhadap jemaat-jemaat Kristen di Mesir dan menuduh mereka kelompok heretik (bid'ah). Tidak diragukan lagi bahwa siksaan yang diderita oleh umat Koptik Mesir di tangan gereja Roma adalah lebih berat daripada yang mereka terima sebelumnya. Inilah barangkali sebabnya kenapa mereka menyambut tentara Islam saat tiba di Mesir pada tahun 640 M. di bawah pimpinan Amr bin `Ash setelah mengusir tentara Romawi dan mengembalikan gereja-gereja Mesir kepada uskup-uskup Koptik.

Hanya saja, di sana terdapat beberapa masalah dalam tulisan-tulisan Nag Hamady yang memerlukan sedikit waktu untuk memahami maksudnya. Terdapat perbedaan pokok antara keyakinan-keyakinan jemaat­jemaat Arifin Kristen perdana dengan keyakinan­keyakinan yang beredar saat ini. Dalam tulisan-tulisan Nag Hamady tidak terdapat suatu hal yang menunjukkan bahwa Isa Almasih lahir di Betlehem atau kelahirannya berkaitan dengan pemerintahan Herodus. Bahkan tidak pernah tersebut dalam tulisan ­tulisan Nag Hamady yang berjumlah 52 risalah, bahwa Almasih pernah mengunjungi kota Yerusalem dan bertemu dengan Yohanes pembaptis di sungai Yordan. Juga tidak ada bukti bahwa jemat-jemaat Arifin perdana itu mengetahui bahwa Yesus berasal dari Nazaret atau bahwa dirinya seorang tukang kayu, penangkap ikan atau apa saja. Selanjutnya, menurut tulisan-tulisan itu jumlah murid Almasih lebih dari dua belas orang. Yang menarik, di antara tulisan-tulisan itu ada yang menyebutkan bahwa sebagian murid Yesus itu berasal dari Mesir dan bukan dari Yahudi Palestina, seperti Thomas atau Tuhutmus, penulis sabda. Di dalam tulisan-tulisan itu, Maria Magdalena tidak termasuk orang yang berdosa, tetapi murid kesayangan Yesus yang cintanya kepadanya melebihi cintanya kepada siapa pun dari murid-muridnya. Dalam perpustakaan Nag Hamady ini, dia bahkan memiliki Injil khusus yang dinamakan dengan namanya.

Lebih penting dari ini, adalah pengingkaran jemaat Arifin terhadap kisah penyaliban Romawi terhadap Yesus dan pemakaian kunci kehidupan Mesir sebagai lambang kebangkitannya. Mereka mengatakr. bahwa Yesus tidak menampakkan diri di depan para murid dalam wujud jasad, tetapi penampakannya itu adalah penampakan rohani.

Di akhir kajian tentang perpustakaan Nag Hamady ini saya mengharapkan para sarjana dan intelektual Arab agar ikut serta dalam kajian dan penelitian yang berhubungan dengan sejarah dan warisan budaya mereka dan jangan hanya menjadi sekadar penonton yang tidak memiliki peran apa-apa dalam penulisan sejarah kita.

Akhirnya, buku ini saya tutup dengan dua sabda Yesus yang tersebut dalam Injil Thomas, yaitu:



Yesus bersabda: "Seorang peneIiti teruslah meneliti hingga menemukan! Dia pasti menjadi sibuk setelah menemukan. Dan setelah menemukan dia akan kagum Saat itu dia akan menghukumi semua orang. "



Yesus bersabda: "Lihatlah kerajan di langit, niscaya burung-burung langit akan mendahuluimu ke sana. Jika mereka mengatakan kepadamu: "Kerajaan itu ada didalam air; niscaya ikan-ikan akan mendahuluimu ke sana. Kerajaan itu berada di dalam dirimu.... ketika kalian semua mengenali diri kalian saat itu kalian akan menjadi mengerti (Arifin) ... Tetapi, jika kalian tidak mengenalinya, kalian akan hidup dalam kefakiran, bahkan kalian adalah kefakiran itu sendiri. "

Para Pastur Berubah Menjadi Uskup dan Menentukan Mana Ajaran yg Benar dan Ajaran yg Heretik




Sejarah  fase pertama gerakan Kristen terbagi ke dalam empat bagian. Yang pertama adalah masa  para apostel (hawariyun) -mereka adalah murid-murid urid terdekat Almasih- yang menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan ajaran Almasih. Fase ini habis bersamaan dengan kematian Paulus di Roma pada awal tahun enam puluhan abad pertama. Paulus termasuk orang-orang yang meninggal di tangan kaisar Nero yang membakar kota Roma kemudian menuduhkannya kepada orang-orang Kristen.

Fase kedua yang disebut dengan fase para pastur bermula ketika jemaat-jemaat Kristen menyebar dengan cepat di seluruh wilayah imperium Romawi. Tetapi penyebaran itu tidak teratur.

Fase ketiga bermula sejak akhir abad kedua ketika jemaat-jemaat Kristen terbagi ke dalam pendeta dan anggota. Bahkan jemaat Kristen ini pecah dari dalam, ada beberapa golongan yang memisahkan diri karena menolak institusi para pendeta kemudian membentuk gerakan-gerakan balik, terutama di Mesir, Syam dan Anatolia.

Adapun fase keempat dimulai sejak paroh kedua abad keempat, yaitu ketika agama Kristen telah menjadi agama resmi bagi imperium Romawi. Saat itu kekuasaan gereja Roma meluas hingga mencakup seluruh wilayahnya. Di sini gereja berubah menjadi lembaga yang teratur dan menggunakan kekuasaan negara untuk menghabisi jemaat-jemaat yang tidak sepaham. Di samping juga bisa mempengaruhi kehidupan politik bahkan mengendalikannya.

Sekarang tampak jelas bagi kita dari penemuan­penemuan arkeologi terkahir -terutama di Nag Hamady- bahwa di sana terdapat tulisan-tulisan yang tersebar dari kalangan umat Kristen pada permulaan zaman Masehi, tapi kemudian hilang sama sekali. Jemaat-jemaat Kristen perdana itu tidak terorganisir secara rapi. Mereka tidak memiliki pemimpin atau pendeta yang memimpin kebaktian atau menentukan cara menafsiran teks suci dan mengamalkannya. Sebaliknya, tiap orang dari mereka, baik laki-laki maupun perempuan- berhak menyampaikan khutbah di depan jemaat saat berkumpul dan berhak juga untuk menafsirkan berbagai sisi dogma Kristen. Dari sini timbullah banyak golongan pada masa itu.

Pada fase pertama gerakan Kristen, yaitu fase di mana para murid Almasih menyebarkan dakwah,

jemaat-jemaat Kristen baru terbentuk dari kelompok campuran. Semuanya ikut serta dalam ritual peribadatan tanpa perbedaan. Pada fase ini, juga tidak ada pendeta.

Tapi karena ada beberapa ritual peribadatan yang memerlukan seorang pembimbing atau pemimpin seperti prosesi pembaptisan dengan air, perayaan paskah dan perayaan hari kebangkitan biasanya hal­hal semacam ini dilakukan oleh anggota jemaat yang paling tua. Lalu bersamaan dengan perjalanan waktu, para pastor mengubah peran mereka dalam jemaat Kristen menjadi peran pemimpin. Di samping itu mereka juga menegaskan wewenang mereka dalam menafsirkan teks suci -bahkan menambahinya- dan akhirnya mengharamkan seluruh anggota jemaat untuk keluar dari ajaran-ajaran mereka atau berbeda dalam menafsirkannya. Kemudian, mulai pertengahan abad kedua Masehi para pastor mulai melancarkan kritikan-kritikan mereka kepada orang-orang yang memiliki pendapat beda. Mereka ini diberi pilihan: mematuhi ajaran-ajaran itu atau meninggalkan gereja.

Dari sini timbul perpecahan besar di dalam tubuh jemaat-jemaat Kristen yang ditindas oleh orang Romawi pada masa itu. Para pastor ini segera menentukan apa saja yang harus diterima oleh para anggota dan mengumumkan dekret kesaksian yang harus diumumkan oleh setiap orang Kristen agar diterima ke dalam jemaat ortodoks (mengikuti jalan yang benar) dan Katolik (yakni universal). Hanya saja, ada beberapa jemaat Kristen yang menolak redaksi kesaksian itu, terutama jemaat-jemaat yang ada di Mesir. Bahkan jemaat-jemaat ini tidak mengakui wewenang para pastor. Wewenang itu menurut mereka didapat dengan cara merampas. Ketika itu, para pastor mengumumkan bahwa semua orang yang menolak kekuasan mereka adalam kelompok heretik dan menyimpang dari jalan ortodoks yang benar.

Dalam hal ini, Uskup Irenaeus, pendeta kota Lyon adalah orang pertama yang menerbitkan buku yang terdiri dari lima jilid pada tahun 189 M. Dalam buku itu dia menyerang kelompok-kelompok penolak kekuasaan para pendeta. Setelah itu dia menyeru untuk melenyapkan segala sesuatu yang bernama ma'rifat (pengetahuan). Dalam mukadimahnya dia mennyebutkan bahwa alasan penulisannya ini adalah: "untuk menjelaskan pendapat-pendapat orang-orang yanq pada saat ini mengajarkan bid'ah... juga untuk memperlihatkan bahwa pernyataan-pernyataan mereka kontradiktif denqan fakta, selain tidak masuk akal... saya melakukan ini aqar kalian semua mau menganjurkan orang-oranq yang kalian gauli agar menghindari kekafiran dan kegilaam semacam ini. "

Irenaeus selanjutnya menyebutkan bahwa di antara kitab-kitab palsu itu adalah lnjil Hakikat yang ditemukan salah satu naskahnya di perpustakaan Nag Hamady. Lima puluh tahun kemudian Hypholitus - seorang guru di Roma- menerbitkan sebuah buku yang berjudul Penyalahan Kelompok Heretik untuk menyingkapkan- kepalsuan kaum heretik (pembuat bidah). Untuk menjelaskan mana yang dianggap benar dan mana yang dianggap heretik, pertama-tama mereka menentukan dogma-dogma yang mereka anggap palsu lalu membuat kaedah-kaedah berpikir yang benar.

Sejak saat nama Arifin (orang-orang yang mengerti) dipakai untuk menyatakan orang-orang yang keluar dari ajaran-ajaran para pastor akibat mencari pengetahuan. Hanya saja, pengetahuan yang dimaksud di sini bukanlah pengetahuan rasio atau inderawi, tetapi yang dimaksud adalah sejenis penglihatan rohani yang bertujuan untuk mengetahui ruh ilahi dengan cara mengenali diri. Pengetahuan terhadap diri sendiri bagi kaum Arifin adalah jalan untuk mengetahui Tuhan, di mana jiwa manusia menurut mereka adalah bagian dari ruh ilahi.

Kelompok Arifin ini berbeda dengan para uskup dalam beberapa sisi yang cukup mendasar. Sementara para pastor mengatakan bahwa Yesus adalah anak Tuhan yang mempunyai tabiat yang berbeda dengan tabiat manusia lain, lnjil Tomas mengatakan bahwa setiap orang yang bisa mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya akan menjadi seperi Yesus.

Yesus bersabda (kepada Thomas): 'Aku bukan tuanmu, karena engkau telah minum, ... tiap orang minum dari mulutku akan menjadi mirip denganku, akan tersingkapkan baginya segala sesuatu yanq tersembunyi. "

Dalam tulisan-tulisan Nag Hamady, Yesus tidak pernah berbicara mengenai kesalahan dan ampunan kepada murid-muridnya sebagaimana yang dilakukan oleh para pastor. Sebaliknya, yang dibicarakan oleh Yesus adalah masalah kebodohan dan pengetahuan. I<epurnaan menurut kaum Arifin akan datang ketika manusia telah mengenali tabiat ruhnya, dan mengetahui bahwa yang kekal itu adalah ruh dan bukan jasad yang mereka anggap sebagai pakaian temporer. Dengan demikian, kebangkitan Almasih dari antara orang-orang mati tidak bersifat badani tetapi bersifat rohani. Dalam tulisan-tulisan kelompok Arifin tidak ada suatu hal yang menunjukkan bahwa Almasih bertemu secara fisik dengan murid-muridnya. Sebaliknya yang mereka jumpai adalah pengalaman rohani.

Ketika kaisar Kostantin memeluk agama Kristen pada pertengahan pertama abad keempat Masehi, agama baru ini menjadi agama resmi negara. Bersamaan dengan itu, para pendeta yang sebelumnya dikejar-kejar petuyas berubah menjadi para pemimpin yang mengeluarkan perintah kepada mereka. Saat itu para pendeta menggunakan wewenang baru mereka untuk menghabisi kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan ajaran-ajaran mereka. Untuk itu, mereka mengeluarkan perintah untuk mengharamkan buku-buku yang menyimpang kemudian membakarnya, sedang kepemilikannya dianggap sebagai kejahatan yang mendapatkan sanksi hukum. Dalam hal ini perpustakaan Iskandariah adalah salah satu instansi yang dibakar atas perintah para pendeta Roma pada paroh kedua abad keempat, yakni waktu disembunyikannya jilidan-jilidan Nag Hamady di Mesir Selatan. Para biarawan Mesir yang tinggal di biara Santo Bakhumis di wilayah Nag Hamady mengetahui tingkat bahaya yang mengancam mereka dan buku­buku ini. Mereka tidak ingin jika buku-buku tersebut dilalap api. Maka buku-buku itu pun mereka simpan di datam gentong besar yang mereka sembunyikan di antara kuburan-kuburan leluhur.

Ketika para ahli fikih dari kelompok Arifin menolak otoritas para pendeta karena tidak bersandar pada ajaran Almasih atau murid-murid perdananya, gereja Roma menyebarkan cerita fiksi yany mengatakan bahwa Santo Petrus setelah menghilang dari Yerusalem pada pertengahan abad pertama, dia pergi ke Roma dan memberikan mandat kepada para pasturnya agar menjadi wakil Yesus di atas bumi. Cerita ini muncul pertama kali pada abad kedua dalam bentuk kisah mitologis. Tapi segera berubah menjadi bagian utama dari sejarah gereja Roma. Pada zaman modern ini -abad dua puluh- Vatikan melakukan penggalian di bawah gedung utama di Roma dan tidak lama setelah itu keluar pengumuman bahwa penggalian itu telah menemukan tulang-belulang Santo Petrus. Terlepas dari benar dan tidaknya peristiwa ini, para pendeta berhasil memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan mereka. Pada abad pertengahan mereka bahkan sangat keterlaluan dalam menggunakan surat izin melalui penerbitan kupon pengampunan atas nama Yesus.

Strategi para uskup Roma berhasil menghabisi seluruh tulisan yang berbeda dengan ajaran-ajaran mereka. Keadaan ini terus bertahan dalam rentang waktu yang sangat panjang. Baru berhenti saat diketemukannya perpustakaan Koptik Nag Hamady di Mesir Selatan setengah abad yang lalu. Jadi selama 19 abad tidak ada informasi tentang jemaat-jemaat Kristen perdana yang telah punah selain yang berasal dari tulisan-tulisan para uskup. Tapi penemuan perpustakaan Nag Hamady itu telah membuka jalan untuk mengetahui keyakinan-keyakinan Kristen yang tersebar sepanjang dua abad pertama Masehi.



Injil-Injil Koptik Tidak Memuat Pengadilan Pilatus Dan Tidak Mengakui Penyaliban





Injil Perjanjian Baru yang empat sepakat bahwasanya Yesus mati disalib atas perintah gubernur Romawi untuk Palestina yang bernama Pontias Pilatus pada tahun tiga puluhan dari abad pertama. Hanya saja, peristiwa ini bukan hanya tidak disebutkan dalam Injil Nag Hamady, tetapi lebih dari itu sebagian darinya malah menyebutnya secara terus terang kemudian mencela orang yang mengatakannya. Dalam injil-injil Koptik yang tidak menyebutkan kisah penyaliban, nama Pilatus tidak disebutkan sama sekali.



Disebutkan dalam Injil Petrus melalui mulut Petrus sendiri:



"Saya melihatnya seolah orang-orang manangkapnya. Aku bertanya, "Apa yang saya Iihat ini tuan? Engkaukah yang diambil oleh mereka itu? , Ataukah mereka memukuli dua telapak dan dua tangan orang lain?' Sang penyelamat berkata kepadaku, '... orang yang mereka paku dua tangan dan telapak kakinya itu adalah pengganti. Mereka meletakkan orang yang menjadi perupanya di dalam kehinaan. lihatlah kepadanya! Lihat juga kepadaku!”



Disebutkan juga dalam buku Set Terbesar melalui mulut Yesus:



"Orang lain... yang merasakan empedu dan cuka.... bukan aku... orang lainlah yang memikul salib di atas pundaknya, juga orang lain yang dipakaikan mahkota duri di atas kepalanya . Aku sendiri beriang gembira di tempat tinggi..... aku menertawakan kehodohan mereka. "



Disebutkan dalam Kisah Yohanes yang ditemukan di Nag Hamady dikisahkan bahwa Yesus pernah bersabda:



"Tidak terjadi pada diriku semua yang dikatakan oleh orang-orang itu. "



Menurut informasi yang tersebut dalam naskah lain dari perpustakaan Nag Hamady yang berjudul Risalah Kiamat, Almasih meninggal seperti layaknya manusia, tetapi ruhnya yang suci tidak mungkin mati.

Meskipun salib juga menjadi lambang Almasih dalam injil-injil Koptik tetapi tidak menunjukkan cara kematiannya. Sebaliknya salib itu melambangkan Almasih yang hidup dengan ruhnya yang tidak akan mati. Maka dari itu, kita mendapatkan salib yang tergambar pada sampul-sampul jilidan-jilidan Nag Hamady bukan salib Roma melainkan "Ankh" kunci kehidupan bagi bangsa Mesir kuno. Dapat dipastikan bahwa salib Mesir ini terus digunakan dalam kalangan jemaat-jemaat Kristen perdana. Bukan di Mesir saja tetapi juga di seluruh wilayah imperium Romawi.

Barang siapa mengunjungi museum Koptik di Kairo akan mendapatkan kunci kehidupanlah yang melambangkan kebangkitan Almasih pada tiga abad pertama. Gereja-gereja Kristen baru menggunakan salib Romawi sejak pertengahan kedua dari abad keempat. Yaitu ketika gereja Roma menguasai gerakan Kristen. Kendati begitu, salib itu baru diterima oleh khalayak Kristen setelah gereja Roma mengumumkan penemuan kayu salib yang diyakini sebagai salib tempat matinya Yesus. Permasalahn ini selanjutnya berkembang pada abad kelima ketika gereja Roma memasang gambar jasad Almasih yang tengah berada di kayu salib.

Buku Perkembangan Injil-Injil karya politikus Inggris, Enock Paul yang terbit akhir-akhir ini menimbulkan goncangan dahsyat saat menyebutkan bahwa kisah penyaliban Romawi itu tidak tersebut dalam naskah asli injil. Saat itu, Paul menerjemahkan ulang Injil Matius dari bahasa Yunani. Kemudian mendapatkan bagian-bagian yang terulang. Hal ini mengisyaratkan bahwa Injil ini telah ditulis kembali pada masa berikutnya."

Peristiwa terpenting yang diulang-ulang itu adalah bagian akhir dari lnjil Matius yang berkaitan dengan pengadilan dan penyaliban Almasih. Si penulis mengamati bahwa kisah pengadilan yang selesai di depan pendeta besar itu segera terulang lagi dengan ungkapan yang sama. Perbedaannya hanyalah bahwa pengadilan yang kedua itu berakhir dengan vonis hukuman mati dengan cara disalib. Dari bagian ini, pengkaji tadi menarik kesimpulan bahwa pemakaian kata-kata yang digunakan dalam pengadilan pertama untuk menuturkan pengadilan kedua, padahal kondisinya telah berubah menandakan bahwa terjadinya pengulangan yang disengaja dan bukan penuturan kejadian baru. Penulis buku tadi selanjutnya mengatakan bahwa keputusan yang pantas dari pengadilan di depan majlis pendeta itu jika benar­benar terbukti bersalah adalah dilempari batu sampai mati (rajam) dan bukan salib.

E. Paul selanjutnya mengatakan bahwa kisah penyaliban yang tersebut dalam injil-injil lain itu berasal dari nukilan yang dilakukan oleh penulis­penulis generasi kemudian dari Injil Matius setelah diubah. Kisah ini tidak terdapat dalam sumber lain. Menurutnya, Injil Matius bukan saja Injil pertama tetapi lebih dari itu juga merupakan satu-satunya sumber dari injil-injil yang lain.

Problem yang dihadapi oleh pengkaji adalah bahwa empat injil itu adalah satu-satunya sumber dari peristiwa penyaliban Almasih yang dilakukan oleh orang Romawi. Jika terbukti bahwa riwayat Injil-injil ini ternyata sekadar tambahan dan tidak menggambarkan kejadian historis yang sebenarnya, maka harus dilakukan peninjauan ulang terhadap kisah-kisah yang tersebut di dalamnya.

Hingga saat ini, hampir saja kita tidak memiliki informasi historis yang meyakinkan mengenai kehidupan Almasih sendiri. Sedang keyakinan yang berlaku di masa lalu adalah bahwa para penulis injil­injil itu mencatat kejadian-kejadian dan berita-berita yang mereka saksikan sendiri. Tetapi saat ini terbukti bahwa keyakinan itu tidak betul. Injil pertama yang ada pada kita saat ini baru ditulis sekitar setengah abad setelah terjadinya peristiwa-peristiwa yang ditulisnya. Itu pun belum final. Sebaliknya masih dilakukan perubahan-perubahan selama dua puluh tahun berikutnya.

Kisah penyaliban itu sebagaimana disebutkan dalam injil-injil Perjanjian Baru mengatakan bahwa Yesus dilahirkan di Betlehem pada masa pemerintahan Herodus yang memerintah Palestina selama empat puluh tahun. Berakhir dengan kematiannya pada tahun keempat sebelum Masehi. Setelah kelahirannya, Maria (Maryam) lari ke Mesir untuk menghindari murka sang raja. Melalui ramalan dia mengetahui bahwa Almasih nantinya akan menuntut singgasana Daud.

Sang ibu baru pulang dari Mesir dengan mambawa putranya setelah kematian Herodus­Mereka pun pulang dan menetap di desa Nazaret di Galilea Palestina Utara. Riwayat itu selanjutnya mengatakan bahwa setelah bayi itu menjadi besar dan mencapai umur tiga puluh tahun pergi ke lembah Yordan. Di sana dia bertemu dengan Yohanes Pembaptis yang kemudian membaptisnya dengan air di tengah sungai.

Setelah itu, Yesus menyepi dan puasa di tengah padang gurun selama empat puluh hari. Di sana dia berperang dengan setan yang merayunya akan diberi kerajaan alam semesta. Tetapi setan gagal dalam misinya, sedang Yesus kembali ke Galilea untuk memilih pengikut setianya yang berjumlah dua belas orang dan memulai dakwahnya. Hal ini menimbulkan rasa iri pendeta-pendeta Saduki dan Farisi terhadap dirinya.

Dalam riwayat selanjutnya, para pendeta marah kepada Yesus saat pergi ke kota Yerusalem pada hari Paskah, masuk rumah suci dan menyerukan ajarannya di sana. Seketika itu juga mereka menyusun konspirasi dan mengirimkan pasukan untuk menangkapnya. Akhirnya dia pun berhasil ditangkap atas bantuan Yudas Iskariot, pengikutnya yang berkhianat. Yesus ditangkap saat sedang beristirahat bersama murid­muridnya di gunung Zaitun yang terletak di sebelah utara kota.

Selanjutnya, interogasi dan pengadilan terus berlangsung sepanjang malam di depan pendeta besar Kayafas. Setelah pengadilan selesai di pagi berikutnya, para pendeta membawa Yesus ke hadapan Pilatus, wali Romawi untuk Palestina. Di situ Almasih diadili lagi. Pilatus bertanya, "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya." Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apa pun. "Tidakkah Engkau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" Tetapi Ia tidak menjawab suatu kata pun, sehingga wali negeri itu sangat heran."

Seperti dijelaskan dalam riwayat setelah itu Pilatus berusaha membebaskan Yesus dalam rangka hari raya Paskah karena tidak menemukan alasan untuk menghukumnya. Tapi pendeta-pendeta kepala menghasut massa agar menuntut disalibnya Almasih. Dan akhirnya wali negeri pun memenuhi keinginan mereka.

Setelah itu, Almasih diambil oleh tentara. Ketika sampai di sebuah tempat yang bernama Golgotta, mereka memberinya anggur bercampur empedu agar diminumnya. Setelah disalib, mereka mengoyak­ngoyak pakiannya. Sejak jam enam bumi bumi gelap gulita. Yesus berteriak dengan suara menggema dan akhirnya menyerahkan ruhnya.

Kisah Injil berakhir dengan bangkitnya Yesus dari antara orang-orang mati pada hari ketiga. Jasadnya raib dari kuburnya, tetapi segera muncul kembali dihadapan murid-muridnya. Saat itu dia menyuruh mereka untuk menyebarkan ajaran-ajaran Kristen ke seluruh bangsa.

Inilah kisah Yesus seperti tersebut dalam empat injil Perjanjian Baru. Tapi anehnya kejadian ini sama sekali tidak disebut dalam sumber-sumber sejarah yang sezaman dengan kejadian itu. Baik sumber dari Romawi, Yunani atau Yahudi. Satu-satunya sumber yang menyebutkan Isa Almasih adalah tulisan-tulisan Josephus. Tapi sejak abad keenam belas para peneliti mulai tahu bahwa cerita yang tidak lebih dari beberapa baris ini adalah tambahan kemudian dan tidak terdapat di dalam naskah-naskah asli. Dengang demikian tidak diragukan lagi bahwa sebagian juru tulis Kristen telah menambahkannya pada masa-masa yang lebih kemudian.

Perpustakaan Koptik Naga Hamady Meralat Sejarah Jemaat-jemaat Kristen Perdana





Tidak diragukan bahwa kita tidak memperhatikan sejarah negeri kita (Mesir)1) dalam kadar yang cukup. Kita juga tidak ingin mengetahui hal-hal yang ditinggalkan oleh para pendahulu terukir di dinding-dinding atau tertulis dalam manuskri-manuskrip. Oleh karena itu, pada saat diketemukannya perpustakaan lengkap di goa­goa Qumran di tepian barat sungai Yordan, kita tidak memberikan kesempatan kepada peneliti-peneliti kita untuk ambil bagian dalam pengkajiannya. Sebaliknya, semua hal itu kita serahkah kepada peneliti-peneliti asing. Alasan yang diberikan untuk melegitimasi tindakan aneh ini bahwasanya sebagian besar manuskrip itu tertulis dalam bahasa Ibrani atau Aramaik, dengan demikian bukan milik kita. Padahal bahasa Aramaik sebenarnya adalah bahasa Suriah kuno sedang bahasa Ibrani adalah dialek Kana'an Palestina yang ditulis dengan huruf Aramaik. Jadi bukan produk Yahudi meskipun merekalah yang terus menggunakannya.

Hari ini, telah berlalu setengah abad sejak diketemukannya perpustakaan lain yang akan mengubah semua yang kita tahu tentang sejarah jemaat-jemaat Kristen perdana. Meski begitu, tidak ada satu orangpun yang memperhatikan peristiwa ini. Juga tidak ada seorangpun yang mengetahui isi perpustakaan yang ternyata berada di tanah kita. Perpustakaan ini ditinggalkan oleh para pendahulu agar kita temukan dan selanjutnya kita bisa mengetahui misi mereka.

Pada bulan Desember lima puluh tahun yang lalu, para petani Mesir secara kebetulan menemukan beberapa jilidan Injil Koptik yang sejak saat itu menjadi perhatian penuh ratusan peneliti diseluruh dunia kecuali kita.

Telah berlalu beberapa tahun sejak dua orang anak Pak Saman menemukan jilidan-jilidan Nag Hamady hingga pejabat purbakala Mesir mengetahuinya. Setelah mengetahui nilai kepurbakalaannya, para petani menyembunyikan manuskrip-manuskrip itu dari pemerintah Mesir dengan harapan bisa menjualnya dan mendapatkan keuntungan materi yang lebih besar. Lalu, ketika manuskrip-manuskrip itu dijajakan dipasar barang antik di Kairo, para petugas badan purbakala Mesir -yang pada saat itu berada dibawah Departemen Pengetahuan- mendengar tentang masalah itu. Untuk itu, mereka membeli jilid pertama yang muncul di pasar dan mereka simpan di museum I<optik. Namun, hingga saat itu, mereka belum mengetahui nilai yang sebenarnya dari jilidan-jilidan itu, melihat tidak adanya seorang ahli yang menyingkapkan hakikatnya.

Setelah, secara kebetulan ada seorang ahli kemesiran dengan konsentrasi di bidang bahasa Koptik yang datang ke Mesir. Ketika itu, Jean Dorice yang berasal dari Perancis mengunjungi museum Koptik. Kesempatan itu digunakan oleh Togo Mina, direktur museum untuk menunjukkan satu jilid yang ada padanya dengan maksud agar dia periksa. Semangat Mina kemudian bertambah ketika diberitahu oleh ahli dari Perancis itu bahwa penemuan jilidan semacam ini akan mengubah segala sesuatu yang biasa diketahui mengenai asal mula gerakan Kristen.

Setelah itu, Togo Mina mendesak instansi purbakala Mesir agar membeli semua jilidan yang telah ditemukan dan tidak memperkenankan jilidan­jiidan itu untuk keluar dari Mesir. Untuk itu, dia segera melapor kepada atasan-atasannya dan akhirnya masalah itu sampai ke menteri pengetahuan. Setelah mendengar hal itu dia langsung memutuskan untuk membeli semua jilidan yang telah ditemukan untuk disimpan di museum Koptik.

Kemudian, karena menteri pengetahuan tidak bisa menyediakan dana yang cukup untuk membeli seluruh jilidan itu, para petugas purbakala Mesir merampas seluruh jilidan yang ada di tangan para pedagang. Akhirnya bisa dikumpulkan sebanyak 13 jilid yang berisi 52 naskah.

Selanjutnya, para petugas purbakala Mesir menyimpan jilidan-jilidan yang ada di tangan mereka di museum Koptik. Tetapi para pedagang berhasil melarikan banyak bagian dari jilid 13 yang berisi 5 naskah ke luar negeri. Tidak lama kemudian bagian­bagian yang dilarikan itu telah dijajakan di Amerika Serikat. Ketika Djails Kesbel, guru besar sejarah agama di Universitas Otris Belanda mengetahui beberapa naskah yang dijajakan itu, segera meyakinkan Yayasan Gustave Yong yang terletak di kota Zurich Swiss untuk membeli bagian-bagian yang dijajakan itu.

Setelah melihat naskah-naskah yang telah dibeli, Kesbel mengetahui ternyata ada bagian yang hilang dari naskah-naskah itu. Untuk itu, dia segera pergi ke Kairo untuk mencarinya. Sesampainya di Kairo dia langsung pergi ke museum Koptik dan mendapatkan foto dari jilidan-jiidan yang tersisa. Setelah itu dia kembali ke hotel. Setelah sampai, dia berusaha menyingkapkan simbol-simbol bahasa Koptik kuno dan mengenali kandungan foto-foto itu. Kemudian terjadilah suatu kejutan besar, ketika peneliti Belanda itu mendapatkan naskah itu dibuka dengan kata-kata berikut ini: "Ini adalah sabda-sabda rahasia yang disampaikan oleh Yesus yang hidup dan dibukukan oleh Dimidius Yudas Thomas."

Setengah abad sebelumnya -di Mesir juga- juga telah ditemukan potongan papirus yang memuat bagian dari Injil Tomas, tetapi tertulis dalam bahasa Yunani. Jadi inilah mula pertama ditemukannya Injil itu dalam wujudnya yang lengkap. Selain itu setelah memeriksa foto-foto yang lain, Kesbel yakin bahwa manuskrip-manuskrip itu terdiri dari 52 naskah yang kesemuanya berasal dari abad-abad pertama Masehi. Di antaranya ada Injil yang belum dikenal sebelumnya, seperti Injil Tomas -atau Tuhutmus dalam bahasa Mesir kuno-, Injil Filip, Injil Kebenaran dan Injil orang Mesir. Di samping itu juga ada beberapa tulisan yang disandangkan kepada para hawary, seperti James - atau Yihmis dalam bahasa Mesir kuno-, Penglihatan Paulus dan surat Petrus kepada Filip.

Selanjutnya, tidak ada perselisihan di kalangan para peneliti mengenai waktu disembunyikannya jilidan-jilidan ini. Yaitu pada pertengahan abad keempat Masehi. Penentuan waktu bisa disimpulkan dari model tulisan yang terdapat di permukaan kertas papirus yang digunakan untuk melapisi bagian dalam sampul kulit berasal dari masa itu. Kemudian pada masa ini pulalah gereja Roma -karena memeluk agama baru- membakari semua perpustakaan yang menyimpan informasi-informasi yang bertentangan dengan ajaran-ajarannya. Di antara yang dibakar itu adalah perpustakaan Iskandariah -termasuk institut teologi Kristennya- yang terletak di kuil Serabium.

Sumber-sumber Koptik mengatakan bahwa Santo Markus yang menulis Injil kedua dari Perjanjian Baru datang ke Iskandariah pada pertengahan abad pertama Masehi. Selanjutnya dia hidup di sana hingga meninggal pada tahun 74 Masehi dan dikubur di kota ini. Sepanjang abad pertama dan kedua, Iskandariah dan perpustakaannya menjadi pusat utama pemikiran Kristen. Ada beberapa sumber sejarah yang mengatakan bahwa pada zaman Masehi, perpustakaan Iskandariah selain menjadi pusat pengkajian Yunani juga menjadi pusat pengkajian filsafat Kristen dan teologi pada masa itu.

Hanya saja, ajaran-ajaran Kristen Mesir tidak sejalan dengan ajaran-ajaran Kristen dalam banyak hal. Bahkan bisa dikatakan bahwa di sana terdapat persaingan pemikiran antara Roma dan Iskandariah demi mendapatkan kepemimpinan dunia Kristen. Persaingan ini bisa dimenangkan oleh pihak Roma hanya karena dominasi politis Roma atas sebagian besar negeri-negeri peradaban kuno.

Hanya saja, telah terjadi perselisihan sengit antarpara peneliti mengenai penentuan waktu penulisan naskah asli dari naskah-naskah yang ditemukan di Nag Hamady itu. Sebagian mereka menyatakan bahwa naskah-naskah itu ditulis sebelum tahun 180 M. Pernyataan ini mereka dasarkan pada pernyataan Uskup Iraneaus, uskup kota Lyon yang menyebutkan bahwa kelompok-kelompok Heretik - demikian pendeta-pendeta Eropa menamakan semua gerakan Kristen yang datang dari Mesir- memiliki sejumlah injil yang pada saat itu sudah menyebar di seluruh wilayah imperium Romawi. Karena buku itu ditulis pada tahun 180 M. maka sudah semestinya injil ­injil yang dia ceritakan itu sudah ada sebelum waktu ini.

Tetapi ada kelompok lain dari para pengkaji lnjil yang menolak waktu penulisan naskah-naskah Nag Hamadi yang sangat dini itu. Jika tulisan-tulisan ini termasuk tulisan-tulisan heretik dan menyesatkan -sebagaimana dinyatakan oleh gereja Roma- sudah semestinya timbul setelah tulisan-tulisan lain yang dianggap murni dan lurus oleh gereja Roma. Karena injil-injil Perjanjian Baru berdasarkan pendapat yang berlaku saat ini muncul pada waktu yang membentang antara tahun 75 M. hingga pertengahan abad kedua Masehi maka para pengkaji itu menentukan waktu yang lebih kemudian -yaitu sekitar abad ketiga Masehi­bagi kemunculan tulisan-tulisan Koptik Nag Hamadi. Dan untuk menekankan waktu ini, mereka juga menentukan waktu yang kemudian bagi kemunculan tulisan Koptik itu sendiri.

Hal ini karena ide yang berlaku di kalangan para pengkaji barat bahwa meskipun ajaran Kristen sudah masuk ke Mesir pada abad pertama Masehi

tetapi mereka baru berpindah agama pada abad ketiga. Kelompok pengkaji ini bersikeras mengatakan bahwa kelompok-kelompok Kristen yang ada di Mesir pada abad pertama itu adalah orang Yahudi atau Yunani yang bermukim di Mesir. Dengan demikian tidak akan ada tulisan-tulisan Kristen yang berasal dari waktu yang sangat dini ini dan memakai bahasa Koptik yang merupakan bahasa keseluruhan masyarakat Mesir.

Oleh karena itu -tanpa bukti objektif- para pengkaji barat menentukan waktu penulisan naskah-naskah Nag Hamady itu pada abad ketiga Masehi. Yakni waktu masuknya orang Mesir ke dalam agama Kristen. Nanti kita akan bahas masalah ini sekali lagi untuk mengetahui waktu munculnya tulisan Koptik. Sedang di sini kita cukup menjelaskan alasan-alasan yang dipakai oleh para pengkaji untuk menentukan waktu yang lebih kemudian bagian munculnya tulisan­tulisan asli jilidan-jilidan Nag Hamady.

Hanya saja, para pengkaji itu menghadapi problem yang serius saat berusaha untuk menentukan waktu penulisan naskah terpenting yang ditemukan di Nag Hamady itu, yakni Injil Thomas. Injil ini berbeda dengan injil-injil lain yang dikenal pada saat ini. Dia tidak memuat cerita atau penuturan peristiwa. Sebaliknya hanya terdiri dari 114 sabda yang disandangkan kepada Isa Almasih. Selain itu, juga sulit menganggap injil ini heretik karena memuat jumlah besar sabda Almasih yang tersebut dalam injil-injil Perjanjian Baru di samping sabda-sabda lain yang tidak tersebut di sana.

Selanjutnya, sabda-sabda Almasih ini juga disebutkan secara langsung, bukan dalam cerita. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa Injil ini lebih lama daripada injil-injil lain. Dengan demikian, ketika pengkaji Belanda Kesbel mengusulkan tahun 140 untuk kemunculan naskah asli dari Injil Thomas, Helmot Cuister -guru besar sejarah Kristen di Universitas Harvard dan pengkaji mutakhir terpenting dalam masalah ini- mengejutkan semua orang ketika menyatakan bahwa naskah asli dari Inji Thomas berasal abad pertama Masehi. Yakni mendahului kemunculan kitab apa pun dari Perjanjian Baru, termasuk surat­surat Paulus dan kitab Kisah Para Rasul.

Selanjutnya, ketika jabatan direktur museum Koptik diduduki oleh Dr. Bahur Labib pada tahun 1952, dia tidak bersemangat untuk cepat-cepat menerbitkan

naskah-naskah Nag Hamady. Hanya saja karena mengetahui ketenaran yang akan dicapai oleh pengkaji yang menerbitkan naskah-naskah ini, memutuskan tidak membolehkan siapa pun untuk melakukannya tanpa seizinnya. Maka penerbitan kandungan perpustakaan Nag Hamady itu terlambat beberapa tahun lagi.

Tapi pada tahun 1961, badan dunia UNESCO meminta diterbitkannya jilidan-jiidan Koptik itu. Dia mengusulkan agar dibentuk panitia internasional yang

akan berkumpul di Kairo untuk melakukan pekerjaan ini. Selanjutnya, panitia yang dibentuk ini memutuskan bahwa langkah pertama untuk menerbitkan naskah­naskah ini adalah mengambil foto-fotonya sehingga bisa digapai oleh setiap pengkaji yang ingin mempelajarinya. Demikianlah yang terjadi, proses pengambilan foto itu segera dimulai dan berlangsung selama beberapa tahun. Antara tahun 1972 hingga tahun 1977 berhasil diterbitkan foto naskah-naskah itu dalam sepuluh jilid. Setelah itu, James Robinson, direktur institut studi sejarah Kristen membentuk panitia internasional untuk mengkaji dan menerjemahkan naskah-naskah perpustakaan Koptik Nag Hamady, suatu hal yang mendorong para mahasiswa sejarah Kristen untuk mempelajari bahasa Koptik, terutama di Universitas Harvard di Amerika.

Perpustakaan Nag Hamady ini pun bukan tulisan-tulisan Kristen kuno yang ditemukan di Mesir dan berbahasa Koptik. Sebaliknya, menjelang habisnya abad kedelapan belas, seorang pelancong Skotlandia membeli manuskrip Koptik di kota Luxor, sebagaimana juga salah seorang penggemar barang antik menemukan manuskrip Koptik pada seorang penjual buku-buku kuno di London. Dari terjemahan tulisan-tulisan itu diketahui berisi dialog antara lsa Almasih dan sekelompok muridnya, di antaranya ada perempuan. Lalu, menjelang akhir abad lalu, salah seorang ahli kemesiran asal Jerman menemukan manuskrip Koptik dijajakan di pasar barang-barang antik di Kairo. Manuskrip ini berisi tulisan yang disebut Injil Maria Magdalena. Di samping tiga naskah lain yang ditemukan dalam kumpulan perpustakaan Nag Hamady setelah itu. Para ahli arkeolog juga menemukan ribuan kertas papirus di berbagai tempat di Mesir sepanjang abad ini (20). Kertas-kertas itu memuat tulisan-tulisan Kristen kuno, meskipun sebagian besarnya ditulisa dalam bahasa Yunani.

Yang tidak bisa diragukan lagi bahwa semua tulisan Kristen tertua yang ada di dunia pada saat ini, termasuk naskah-naskah Perjanjian Baru ada di Mesir. Tidak ada satu naskah pun yang berasal dari tiga abad pertama dan ditemukan di luar Mesir.

Tak Terduga : Injil-injil Koptik Tak Dikenal, Ditemukan di Mesir





Penemuan sejumlah manuskrip kuno berbahasa Ibrani dan Aramaik di gua-gua Khirbat Qumran, di tepian Laut Mati antara tahun 1947-1954 telah memancing perdebatan di kalangan para ahli dan menarik perhatian para pembaca di seluruh dunia. Salah satu faktor paling penting sehingga menyita perhatian banyak pihak dalam hal ini adalah kemungkinan adanya penambahan­penambahan historis sehubungan dengan perkembangan gerakan Kristen pada abad-abad permulaan dan dengan kisah kehidupan Almasih secara khusus. Kendati adanya kemiripan besar -yang diketahui dari terjemahan naskah-naskah Qumran­antara Jemaat Esenes Yahudi dan kepercayaan­kepercayaan Kristen di abad-abad pertama, namun sejauh ini tidak ditemukan sumber yang menyebut nama Almasih, atau paling tidak nama "guru bijak" berikut masa sejarah kehidupan sang guru.

Meski beberapa kepercayaan jamaat Qumran dekat dengan ajaran Kristen, namun mereka merupakan bagian dari eksistensi Yahudi secara keseluruhan. Oleh sebab itu sebagian mengistilahkan mereka dengan sebutan "Judeo-Kristen", atau sekelompok penganut Yahudi sekaligus Kristen. Terlepas dari itu semua, Jemaat Esenses telah meninggalkan wilayah Qumran menyusul berkecamuknya revolusi Yahudi melawan Romawi kemudian seolah-olah lenyap tanpa bekas setelah peristiwa pembakaran Beit Suci Yerusalem pada tahun 70 M. Sejauh ini tidak ditemukan adanya indikasi apapun bahwa mereka itulah yang menyebarkan agama Kristen di wilayah imperium Romawi.

Ramainya opini yang berkembang sehubungan dengan penemuan naskah Laut Mati ini, nyaris melalaikan adanya penemuan lain yang tidak kalah pentingnya di wilayah Mesir bagian selatan -dua tahun lebih awal dari penemuan naskah Qumran-. Manuskrip yang ditemukan ini tertulis dalam bahasa Koptik dan berisi ajaran-ajaran Kristen. Sejak Kristen memiliki otoritas politik, menyusul kesediaan Kaisar Konstantinopel untuk memeluk agama Kristen pada pertengahan abad ke-4 M, Gereja Romawi mengeluarkan perintah membakar seluruh tulisan­tulisan yang dinilai bertentangan dengan ajaran gereja. Hal ini menyebabkan hilangnya sebagian besar sumber sejarah perkembangan jemaat-jemaat Kristen periode awal khususnya di Mesir.

Para petinggi Gereja Romawi sejak semula menilai bahwa ajaran-ajaran Kristen di Mesir adalah bid'ah (heretik) dan tidak bisa diterima. Jumlah orang­orang Koptik yang tewas oleh kekejaman Gereja Romawi jauh lebih banyak dari jumlah orang yang tewas di tangan penguasa pagan Romawi pada zaman sebelum itu. Hanya sebagian pendeta-pendeta Mesir sempat menyembunyikan sekumpulan tulisan Koptik di salah satu gua di pinggiran wilayah Mesir. Setelah dilakukan penelitian, ternyata tulisan-tulisan itu memiliki nilai yang lebih penting dari tulisan-tulisan yang ditemukan di Qumran dalam konteks pelacakan sejarah gerakan I<risten masa awal.

Dalam pandangan pribadi penulis, bukti-bukti sesungguhnya dari tulisan-tulisan di Nag Hamadi itu akan mengantarkan pada pengetahuan bahwa gerakan Kristen yang tersebar di penjuru imperium Romawi bukan bersumber dari Yehuda, tetapi dari Aleksandria.

Pada bulan Desember, lima puluh tahun yang lalu -beberapa bulan menyusul berakhirnya Perang Dunia II- salah seorang petani secara tidak sengaja menemukan sebuah perpustakaan I<risten kuno di gua­gua gunung Taref, yang dipergunakan oleh orang­orang Mesir kuno sebagai kuburan. Kemudian gua­gua yang jumlahnya mencapai 150 buah itu dipergunakan oleh para pendeta Bakhumiets pada abad-abad pertengahan sebagai tempat persembunyian.

Konon, Muhammad Ali As-Samman dan saudaranya Khalifah, sedang mengumpulkan pupuk di dekat gunung Taref, 10 km timur laut kota Nag Hamadi, di Mesir bagian selatan. Kerika tengah melakukan penggalian, Muhammad mendapati sebuah sebuah gentong tertimbun tanah yang sedang digalinya. Ketika diangkat ke permukaan, tampak bahwa gentong itu cukup besar, tingginya hampir satu meter.

Tutup gentongpun segera dibuka dengan hati­hati oleh keluarga petani miskin itu dengan harapan akan menemukan harta karun di dalamnya. Lantaran tidak sabar, Samman mengambil sebuah kapak untuk memecahkan gentong, bukannya emas yang tersimpan, tetapi gulungan-gulungan kulit kuno. Dengan rasa kecewa kedua orang bersaudara itu mengangkut harta karun yang mereka dapat itu di atas punggung unta untuk dibawa pulang ke rumah mereka di dusun Hamra Dum. Gulungan-gulungan kulit itu dicampakkan begitu saja dekat perapian kalau-kalau bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Kedua orang yang memang tidak kenal baca tulis itu jelas tidak mengetahui pentingnya kitab-kitab kuno. Namun takdir yang sebelumnya telah menyelamatkan tulisan kuno itu selama lebih dari 15 abad di bawah timbunan tanah pekuburan, tidak membiarkan nasib benda bersejarah itu musnah di perapian keluarga petani miskin. Sebulan menyusul penemuan tulisan kuno itu, kedua bersaudara Samman terpaksa meninggalkan rumah untuk melarikan diri dari kejaran pihak berwenang karena tuduhan melakukan balas dendam atas pembunuhan ayah mereka. Khawatir polisi akan mengetahui temuan mereka, kedua bersaudara Samman menitipkannya pada salah seorang pendeta Koptik di kota.

Ketika Ragheb Andraus, adik ipar pendeta - yang bekerja sebagai guru- menyaksikan jilidan-jilidan tulisan kuno itu, segera dia mengerti bahwa itu adalah tulisan-tulisan Koptik kuno yang tentu saja memiliki nilai arkeologis yang tinggi. Diambilnya satu lembar untuk dibawa ke Kairo dan ditunjukkan pada temannya, George Subhi yang memahami bahasa Koptik. Selanjutnya Subhi membawa lembaran itu ke Museum Mesir untuk diperlihatkan kepada direktur Etian Dreytonx, yang berkebangsaan Perancis. Mengetahui nilai sejarah tulisan kuno itu Etian membelinya dengan harga 250 pound Mesir. Bagian lain dari manusl<rip kuno itu dalam waktu singkat telah berada di tangan pedagang barang antik di Kairo. Namun, secepat itu pula Kementerian Arkeologi Mesir dapat melacak seluruh peninggalan bersejarah itu dan mengambilnya untuk ditempatkan di Museum Koptik, sembari menjanjikan ganti rugi kepada pemiliknya.

Pada saat itu Kementerian Ilmu Pengetahun Mesir yang membawahi Departeman Arkeologi pada masa pemerintahan An-Nahhas Basya, dijabat oleh Dr. Toha Husein, yang meminta anggaran khusus dari pemerintah guna membeli semua naskah yang ada. Yang perlu dicatat adalah kebijakan yang diambil oleh Kementerian Pengetahun Mesir yang saat itu pula mengeluarkan izin bagi setiap peneliti untuk menelaah naskah-naskah kuno itu. Akan tetapi menyusul terjadinya Revolusi bulan Juli 1952, Pemerintahan Mesir yang baru menguasai semua naskah yang ada tanpa ganti rugi, dengan alasan sebagai kekayaan negara.

Demikianlah bahwa Departemen Arkeologi Mesir berhasil menyelamatkan semua naskah kuno yang ditemukan di Nag Hamadi itu dan menyimpannya di Museum Koptik Kuno di Kairo. Kecuali ada satu jilid yang terdiri dari 15 lembar, telah dijual di luar Mesir dan dibeli oleh Institut Young pada bulan Mei 1952 untuk selanjutnya dihadiahkan kepada llmuwan terkenal dalam Ilmu Jiwa yang tidak lain adalah Gustavo Young, karib Sigmund Frued, bertepatan dengan hari ulang-tahunnya. Setelah Young wafat, naskah itu lantas dikembalikan ke Museum Koptik.

Berdasarkan hasil penelitian, apa yang diketemukan di Nag Hamadi merupakan sebuah perpustakaan besar yang menyimpan 52 buah naskah dalam 1152 halaman yang terbagi menjadi 13 jilid yang sebagaian besar tertulis dalam bahasa Koptik. Konon, para penulis Mesir semenjak zaman Ptolomeus telah menggunakan huruf-huruf Yunani untuk mengungkapkan bahasa asli Mesir yang merupakan gabungan dari kalimat dan kaidah Mesir-Yunani. Inilah bahasa yang dipergunakan oleh para penulis Mesir untuk menyusun tulisan-tulisan Kristen. Bahasa ini pulalah yang menjadi bahasa resmi Gereja Koptik Mesir hingga tahun lima puluhan dan kemudian digantikan dengan Bahasa Arab.

Pada tahun 1956, pemerintah Mesir menyelenggarakan muktamar dengan mendatangkan para peneliti di sejumlah museum dunia dalam rangka menyusun proyek penterjemahan dan pengkajian naskah-naskah, tetapi rencana tersebut gagal. Pada tahun 1961 di bawah sponsor Unesco, dibentuk sebuah komisi dunia untuk tujuan yang sama. Agenda pertama yang dapat diselesaikan oleh komisi adalah melakukan pemotretan seluruh naskah kemudian mempublikasikan hasil pemotretan itu dalam satu jilid di kota Leiden, Belanda, untuk memberikan kesempatan seluas mungkian kepada para peneliti untuk melakukan peninjauan. Menyusul sesudah itu pembentukan komisi di Amerika Serikat di bawah pengawasan Pakar Teologi James Robinson dan berhasil merampungkan terjemahan naskah dalam bahasa Inggris tahun 1975, menyusul kemudian terjemahan dalam bahasa Jerman dan Perancis.

Naskah-naskah Koptik yang berhasil ditemukan di Nag Hamadi itu sesungguhnya berisi tulisan-tulisan Kristen yang dibuat oleh Jemaat-jemaat yang muncul pada awal abad pertama Masehi, yang dikenat dengan sebutan "Al-Arifin", yang memiliki kemiripan besar dengan Tarikat Sufi pada zaman sekarang. Jemaat Arifin menganut paham "dualisme wujud", jasad dan ruh, kenihilan dan wujud, yang keduanya senantiasa dalam pergulatan sepanjang masa. Jemaat Arifin bercita-cita untuk sampai kepada makrifat yang hakiki yang -dalam pandangan mereka- bukan makrifat yang dicapai melalui eksperimen dan indera karena bersifat jasadi. Namun makrifat yang sesungguhnya adalah mencapai pengetahuan tentang ruh ilahi yang tinggi. Dan tidak akan mampu mencapai derajat ini kecuali melalui makrifat manusia pada diri sendiri. Jemaat Arifin-lah yang mula-mula merumuskan dasar-dasar Ilmu Jiwa, dan inilah alasan Gustaf Young menaruh minat sangat besar pada tulisan-tulisan mereka.

Hingga bisa mencapai makrifat hakikat diri, orang-orang Jemaat Arifin tidak segan-seyan meninggalkan kekayaan dan profesi mereka untuk hidup menyendiri dan hidup sebagai ahli ibadah. Mereka hanya makan sepotong roti kering dan seteguk air. Menurut kepercayaan mereka, makrifat ruhiyah menuntut adanya penundukan jasad dan hawa nafsu hingga mampu mencapai derajat kebeningan jiwa. Sebagian besar waktu dipergunakan untuk beribadah, mambaca tulisan-tulisan Jemaat, atau menulis hal-hal baru dan membacakannya pada pertemuan reguler setiap pekan.

Kendati adanya kesulitan besar untuk mengetahui awal sejarah kemunculan Jemaat Arifin, namun di sana terdapat beberapa petunjuk yang mengarah pada penentuan zaman keberadaan mereka yakni semenjak awal pemerintahan Romawi di Mesir atau akhir abad pertama Masehi. Nama Jemaat Arifin pernah disebut dalam tulisan filosof Yahudi Philo Judaeus, yang menamakan mereka dengan sebutan "Serabite" atau "manusia-manusia fatamorgana". Mereka terkenal mahir mengobati penyakit-penyakit serius dan penyakit-penyakit jiwa dengan mempergunakan ramuan tumbuhan yang mereka tanam di padang pasir.

Dipastikan bahwa kehadiran agama Kristen di Mesir untuk pertama kalinya adalah melalui orang­orang Jemaat Arifin ini. Josephus, orang yang pertama kali menulis tentang Sejarah Gereja menyebutkan, orang-orang anggota Jemaat Arifin itulah yang sesungguhnya mewakili Gereja Mesir.

Perpustakaan Jemaat Arfin yang berhasil diketemukan di Nag Hamadi menyimpan Kitab-Kitab Injil yang tidak dikenal sebelumnya, di samping tulisan-tulisan sastera dan filsafat. Sebagaimana dimaklumi bahwa Perjanjian Baru terdiri dari empat Injil yang dinisbatkan kepada Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Injil-Injil inilah yang dinyatakan absah dan diakui oleh Gereja. Namun, berdasarkan pada temuan di Nag Hamadi, dengan jelas dinyatakan bahwa di sana terdapat lnjil-injil lain yang beredar semenjak abad ke-1 hingga abad ke-4 M, di antaranya Injll Thomas -atau Thoma- yang berisi sabda-sabda Almasih, yang sebagian tercantum dalam empat Injil Perjanjian Baru. Ada lagi Injil Maria Magdalena, Injil Orang-orang Mesir, Injil Philip dan Injil-injil yang lain.

Sementara penulisan Injil-Injil Perjanjian Baru berasal dari tahun 70 M, kita mendapati bahwa Injil Thomas ditulis pada dua puluh tahun sebelumnya. Berdasarkan perhitungan waktu ini maka Injil Tomas merupakan Iniil paling tua di antara Iniil-injil yang ada saat ini.

Jemaat-jemaat Kristen awal -khususnya yang berada di Mesir- menganut ajaran yang berbeda dengan ajaran Gereja Romawi semenjak abad ke-2 M. Ketika para Uskup mulai melakukan pembenahan gerakan Kristen berdasarkan ajaran-ajaran kependetaan pada awal abad ke-3 M, mereka mulai - khususnya para uskup Roma- memaksakan ajaran mereka kepada gereja-gereja lain yang jika menolak, mereka akan dianggap melakukan bid'ah dan kesesatan (terkena anathema-pent.).

Nasib gereja-gereja Mesir dalam hal ini, sungguh sangat mengenaskan karena mereka tidak mau tunduk kepada kekuasaan Roma. Pada saat Kaisar Konstantin menyatakan diri sebagai penganut Kristen pada abad ke-4 M, dan Kristen menjadi agama resmi Kekasisaran Romawi, wibawa Gereja menjadi semakin besar dan selanjutnya mengeluarkan maklumat untuk membakar semua tulisan yang bertentangan dengan ajaran Gereja. Pada zaman inilah terjadi tragedi pembakaran rumah ibadah Sarabium di Aleksandria dan sebagian besar manuskrip yang ada di perpustakaan agung Aleksandria ikut terbakar. Inilah barangkali di antara sebab yang mendorong pendeta-pendeta Bachumiyyin di Nag Hamadi untuk menyelamatkan tulisan-tulisan kuno itu, memasukkannya di dalam gentong lalu menyembunyikannya ditempat terpencil.

Raibnya Manuskrip Qumran. Apa Sejatinya Misteri di Balik Itu?





Benarkah naskah-naskah kuno tulisan tangan yang berasal dari Qumran itu menyimpan maklumat yang bertentangan dengan ajaran Kristen?

Naskah-naskah yang berhasil didapatkan di Qumran mengungkapkan akar Jemaat Kristen abad-abad pertama. Tidak demikian halnya dengan jemaat Yahudi pengkikut para pendeta "Rumah Suci" Jerusalem yang berkembang antara abad ke-5 S.M hingga kehancurannya di tangan Romawi pada tahun 70 M.

Pertikaian antara sekte Esenes di Qumran dan kelompok pendeta Seduki di Jerusalem telah ikut menguatkan keberadaan sekte Farisi yang dipimpin oleh kelompok rahib. Kelompok inilah yang dianggap sebagai pendiri Agama Yahudi Baru setelah habisnya era pendeta Rumah Suci pada penghujung abad pertama Masehi. Ajaran-ajaran mereka didasarkan pada penafsiran-penafsiran atas Taurat, belakangan dikenal sebagai Talmud. Berkaitan dengan ini, naskah­naskah tulisan tangan Qumran memaparkan pertikaian yang terjadi dalam komunitas masyarakat Yehuda yang mengindikasikan bahwa -kalaupun bangsa Romawi urung melakukan pembantaian para pendeta Rumah Suci tahun 70 M- maka sesungguhnya gerakan Farisi dipastikan tetap akan melancarkan tekanan-tekanan yang pada akhirnya mampu menggeser konsep peribadatan kurbani yang menjadi substansi ajaran "Yahudi Pendeta Rumah Suci", dengan "Yahudi baru" yang berlandaskan pada pengkajian Taurat dan penafsirannya.

Yang menggemparkan Vatikan bukannya sesuai atau tidaknya naskah-naskah Qumran dengan ajaran Kristen, tetapi kontradiksi naskah-naskah tersebut dengan ajaran-ajaran yang dijejalkan oleh Gereja Romawi Timur kepada jemaat-jemaat Kristiani semenjak abad ke-2 M. Tidak diragukan lagi bahwa komisi yang berwenang atas naskah-naskah kuno itu telah mendapat tekanan dari pihak Vatikan sehingga tidak mempublikasikan naskah yang sekiranya berlawanan dengan ajaran Gereja Romawi. Pun tidak mustahil jika sebagian potongan-potongan naskah Qumran telah menemukan jalan menuju gudang perpustakaan Vatikan sehingga dengan demikian tidak akan pernah diharap akan dapat dikeluarkan.

Kita mendapati bahwa ajaran-ajaran yang termaktub di dalam naskah-naskah tulisan tangan jemaat Qumran, bahwa mereka itu sedang menantikan kedatangan sang guru bijak dan mereka beriman pada kebangkitannya. Hanya saja kita tidak menemukan sedikitpun penjelasan dari surat-surat Paulus berkenaan dengan kelahiran Almasih di Betlehem, kepergiannya dari Nazaret ataupun penyaliban Almasih oleh Penguasa Romawi. Tema-tema seperti itu tidak kita temukan pada surat-surat manapun dalam Perjanjian Baru, sebab tampaknya peristiwa-peristiwa tersebut tierkembang pada akhir abad ke-1 M di Roma dan gereja-gereja yang beraliansi kepadanya.

Dalam penafsiran atas Kitab Habakuk, yang ditemukan  di Qumran disebutkan, Pendeta Jahat bertanggung jawab atas kematian Guru Bijak. Berdasarkan keyakinan Jemaat Qumran, bahwa para pendeta Rumah Suci di Jerusalem itu adalah pewaris "Pendeta Jahat". Sementara para pendeta Bait Suci mempersembahkan kurban sembelihan pada "hari pengampunan", dan pada hari yang sama jemaat Qumran cukup hanya dengan melakukan ritual makan malam tanpa kurban sembelihan, karena dalam keyakinan mereka justru yang menjadi kurban pada hari itu adalah guru mereka. Demikian pula bahwa peristiwa penyaliban Yesus oleh penguasa Roma, tidak pernah disinggung oleh Perjanjian Lama, dan justru naskah tersebut menyatakan tuduhan yang dialamatkan kepada para pendeta Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian Almasih.

Injil-injil Koptik yang diketemukan di Nag Hamadi -kawasan Mesir pegunungan- pun tidak menyebutkan persitiwa kelahiran di Betlehem dan penyaliban Almasih. Tema kelahiran dan penyaliban untuk pertama kalinya diketengahkan oleh empat Injil pertama Perjanjian Baru, penulisannya diperkirakan berlangsung sepeninggal Paulus pada awal tahun ke­60 M dan berdekatan dengan tahun kehancuran Rumah Suci Jerusalem tahun 70 M. Dimaklumi bahwa sejarah Jemaat Qumran dan manuskrip-manuskrip mereka kembali pada masa sebelum lahirnya agama Kristen. Adanya kemiripan antara kepercayaan jemaat Qumran dengan gerakan kristen yang berkembang sesudahnya, semestinya dan harus ditafsirkan bahwa yang muncul belakangan dipengaruhi oleh pendahulunya. Oleh sebab itu, sejumlah peneliti semisal Geza Vermes dari Oxford, yang tidak sepaham dengan Eisenman dalam pemaparan sejarah berkaitan Naskah Qumran, berpendapat bahwa Yesus merupakan salah satu murid dari Jemaat Qumran.

Sedangkan Jeremis, dan peneliti-peneliti lain yang sebagian besar dari kalangan Yahudi dengan tegas menyatakan bahwa sebelum itu Yesus adalah pegikut Yahudi yang patuh dan Yesus bukan Almasih (Kristus), sebab Kristen itu dibangun oleh Paulus.

Agaknya kita sedang berada di antara dua kemungkinan; Apakah Kristen memiliki akar sejarah masa lalu, jauh sebelum masa Romawi atau apakah gerakan yang berkembang pada zaman Romawi itu telah mengadopsi ajaran-ajaran dari Jemaat Yahudi yang ada sebelumnya?

Kalangan penafsir bersandar pada kenyataan bahwa penulisan manuskrip-manuskrip kuno tersebut dilakukan pada zaman sebelum lahirnya agama Kristen, untuk menafikan adanya hubungan antara Perjanjian Baru dengan kisah-kisah Yesus. Mengingat bahwa faktor paling mendasar untuk mendefinisikan ada dan tidaknya hubungan antara Naskah Qumran dengan Kristen, tergantung pada masa penulisan naskah tersebut. Sementara sebagian besar peneliti sepakat untuk menentukan kurun waktu antara pertengahan pertama abad ke-2 SM hingga pertengahan kedua abad ke-1 M, sebagai zaman penulisan naskah-naskah kuno tersebut, sebagian lainnya menentukan masa yang lain, yakni pertengahan abad ke-2 M, sehingga dengan demikian membuka kesempatan untuk melakukan penafsiran yang berisi informasi tentang Yesus. Herschel Shanks, Pimpinan Redaksi Biblical Archaeological Review yang terbit di Washington tahun 1993, menulis sebuah buku berjudul "Memahami Manuskrip-manuskrip Laut Mati", mengemukakan,



Ide dasar penafsiran yang dilakukan atas naskah-naskah yang ada bersandar pada masa sejarahnya, oleh sebab faktor terpenting dalam memberikan batasan urgensi naskah, serta ada atau tidak adanya hubungan dengan Kristen, amat bergantung pada penentuan masa penulisannya. Oleh sebab itu berdasarkan pendapat yang disepakati (yakni pendapat kelompok yang berwenang melakukan pengawasan naskah) bahwa naskah-naskah Qumran itu ditulis pada masa sebelum abad Masehi. Apa saja yang kemungkinan dapat merusak penentuan sejarah yang dapat diandalkan ini, dan mata rantai peristiwa sebagaimana didefiniskan oleh komisi dunia untuk setiap kelompok naskah, konon telah disembunyikan. Ketika masa sejarah penulisan naskah itu telah ditentukan jauh sebelum abad Masehi, sehingga dengan demikian, naskah-naskah kuno itu telah diselamatkan dari kemungkinan terjadinya pertentangan untara naskah kuno itu dengan Perjanjian Baru dan tradisinya. Dengan cara ini, komisi yang berkompeten telah melakukan sterilisasi naskah Laut Mati secara efektif dari materi-materi yang bisa menjadi bom waktu.... Komisi juga telah berusaha membuat jarak antara Jemaat Esenes di Qumran dengan Jemaat Kristen pertama, dengan mengesampingkan kepercayaan yang memiliki karakter Kristen yang cukup kental dalam tulisan-tulisan Jemaat Qumran. "



Barbara Theiring, Profesor di Departemen Kristologi University of Sydney di Australia berpendapat bahwa "guru bijak" yang tercantum dalam tulisan-tulisan Qumran tidak lain adalah Yohanes Sang Pembaptis. Pendapat ini dikuatkan oleh peryataan Otto Bitch, profesor di Universitas Gottingen Jerman, bahwa Sang Pembabtis termasuk salah seorang anggota Jemaat Qumran. Sementara Jose O'Callaghan, berusaha menetapkan bahwa ada beberapa bagian Injil Markus demikian pula Kitab Kisah Para Rasul dan Surat-surat Paulus kepada Jemaat Roma, juga ditemukan pada tulisan-tulisan kuno di Qumran. Meskipun O'Callaghan ini berasal dari ordo Yesuit di Spanyol, namun dia berafiliasi kepada Gereja Katolik, sebagaimana yang bertindak mempublikasikan pendapatnya adalah institusi Katolik seperti Biblica dan Civita Catholica.

Banyak sekali tekanan yang dialamatkan kepada anggota komisi manuskrip Qumran dan tuduhan telah menyembunyikan segala yang menetapkan adanya keterkaitan antara Jemaat Qumran dengan Jemaat Kristen abad pertama, bahkan tuduhan telah melakukan konspirasi bersama Vatikan untuk merahasiakan isi dari tulisan-tulisan kuno itu antara lain dari dua orang penulis Inggris, yakni Michael Bigent dan Richard Lee. Namun, tuduhan dari kedua orang penulis Inggris itu sesungguhnya adatah ide yang berasal dari Robert Eisenman dari Amerika Serikat, sebab Eisenman-lah yang menentang kesepakatan yang menetapkan bahwa Jemaat Qumran adalah orang-orang sekte Esenes yang pernah tersebut dalam tulisan-tulisan Philo, Josephus dan Pliny. Eisenman berpendapat, mereka itu sejatinya jemaat radikal Yahudi dan Guru Bijak yang memimpin Jemaat tidak lain adalah James, yang namanya tercantum dalam Perjanjian Baru sebagai "saudara tuanku". Eisenman mengatakan, James memimpin Jemaat untuk menentang penguasa Romawi antara tahun 66 dan 70 M, yang berakhir dengan pembakaran rumah suci Jerusalem.

Dalam pandangan Eisenman, Jemaat Qumran itu bukannya orang-orang sekte Esenes yang menentang kekuasaan para pendeta, akan tetapi mereka itu adalah kelompok Yahudi radikal yang berafiliasi kepada Ezra dan Saduki, dari golongan pendeta yang kembali dari Babel. Berdasarkan pada tesis ini maka Yohanes Sang Pembaptis dan bisa jadi Isa Almasih sendiri merupakan salah seorang anggota dari kelompok Yahudi Radikal yang berafiliasi kepada para pendeta Seduki. Lebih jauh Eisenman mengklaim bahwa Paulus - sebagai diketahui, Paulus telah mendirikan sejumlah gereja di wilayah imperium Romawi dan dialah yang mengajarkan Injil kepada penduduk Roma- tidak lain adalah "pendeta jahat" yang mencelakai "Guru Bijak". Akhir dari tesis Eisenman- yang tidak disetujui oleh seorangpun dari para peneliti naskah Qumran -adalah bahwa ajaran­ajaran Paulus itu tidak lebih dari heretik (bid'ah) Yahudi sedangkan agama yang benar adalah apa yang diajarkan oleh para pendeta Rumah Suci di Jerusalem. Adapun Yesus hanyalah seorang murid dari jemaat Yahudi dan tidak membawa ajaran yang baru. Eisenman juga menafsirkan bahwa lahirnya agama I<risten merupakan wujud dari konspirasi Romawi melawan para pendeta Yahudi, dan dalam konteks ini, Paulus adalah mata-mata dari pemerintah pendudukan Romawi.

Mencermati tesis yang dilontarkan oleh Profesor di Departement of Oriental Studies di UCLA ini, ternyata sangat kental dengan sasaran-sasaran politik, lebih-lebih bahwa ide semacam ini untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Jenderal Yigael Yadin. Dia mengklaim bahwa tulisan-tulisan tangan di Qumran itu -yang merupakan bagian dari tulisan­tulisan kaum radikal Yahudi- sesungguhnya diketemukan di gua Qumran nomor:ll. Dengan demikian, Yigael Yadin merupakan orang pertama yang berusaha merubah karakter kumpulan manuskrip. Daripada mengikuti pendapat yang disepakati bahwa mereka adalah orang-orang sekte Esenes yang membelot dari kekuasaan pendeta rumah suci, Yadin justru menempatkan jemaat Qumran sebagai pembela para pendeta. Alasan di balik penyelewengan yang disengaja ini cukup jelas, yaitu merubah komposisi manuskrip-manuskrip Qumran sebagai dalil atas kegagalan kepemimpinan pendeta sehingga berbalik menjadi bukti kepahlawanan para pendeta itu dalam melakukan perlawanan terhadap kekuatan pendudukan Romawi.

Yang jauh lebih penting adalah, gerakan Kristen yang berkembang di tengah umat manusia pada zamannya, dianggap tidak lebih dari sebuah bentuk heretik yang diciptakan oleh Paulus, yang tidak berdasar pada syari'at kependetaan. Proyek kedua yang dicanangkan oleh Yadin bersama para ilmuwan semisal Eisenman, adalah mensosialisasikan tesis yang dirumuskannya itu kepada dunia dalam format akademis sehingga akan dengan mudah tersebar. Di pihak lain, Departemen Arkeologi Israel berhasil membujuk Pater Milik -salah seorang dari delapan delapan peneliti yang ditunjuk oleh pemerintah Jordan pada tahun limapuluhan, sedangkan enam anggota yang lain telah meninggal dunia- untuk tidak memberikan komentar apapun tentang manuskrip Laut Mati. Salah seorang anggota tim lainnya yakni John Strugnell, telah dilumpuhkan dengan menggunakan obat penenang. Dengan demikian tidak ada lagi seorang saksi pun yang dapat memberikan keterangan atau menentang apa saja yang dipublikasikan oleh pihak berwenang di Israel, yang bermaksud mencampur adukkan antara naskah­naskah Qumran dengan naskah Masada untuk merubah karakter Jemaat di Qumran. Demikianlah bahwa impian untuk dapat mengetahui hakikat peristiwa yang berlangsung pada awal sejarah Kristen telah berubah menjadi proyek manipulasi sejarah terbesar di zaman modern.

Lalu apa sebenarnya yang membuat Vatikan gempar? Jawabnya adalah kontradiksi seputar zaman kemunculan Yesus. Pasalnya, Gereja Romawi telah mendapatkan wewenang, berdasarkan pada riwayat yang dipublikasikannya semenjak abad ke-3 M, yang antara lain dikemukakan bahwa Petrus, murid Yesus, telah datang ke Roma dan memberikan pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan ajaran atas nama Yesus, kepada para pendeta yang ada disana, yang ia terima langsung dari Yesus sendiri. Jika benar bahwa Yesus hidup pada masa sebelum itu, maka klaim ini otomatis runtuh. Posisi dilematis yang dihadapi oleh Gereja Romawi yang berawal dari penemuan naskah Qumran ini, disadari oleh Eisenman dan Vermes, dan bermaksud mengeksploitasinya demi memenangkan penafsiran Yahudi atas peristiwa sejarah yang berlangsung.

Orang-orang Yahudi mengingkari bahwa Isa adalah Almasih, dan mereka masih menantikan kedatangan Almasih yang lain. Berdasarkan pada kepercayaan ini, berarti orang-orang Yahudi telah mendapatkan "pembenaran" dengan menyebarkan faham ini melalui mimbar-mimbar Kristen, tanpa ada yang menghalangi. Geza Vermes suatu saat muncul di sebuah layar televisi stasiun 4 di Inggris, di mana dia sedang berdiri di belakang pemandangan puing-puing Qumran, untuk mengatakan, "Sejatinya Yesus bukanlah Almasih. Dia adalah orang Yahudi yang baik yang mempelajari ajaran Yahudi dari Jemaat Qumran". Bahkan dilaporkan adanya proyek besar untuk menulis ulang Perjanjian Baru sehingga relevan dengan makna sejati Yesus seperti diinginkan oleh Yahudi, dan di pihak lain akan dapat mencuci tangan para pendeta Yahudi atas kematian Almasih.

Kamis, 26 Januari 2012

Kata Pengantar Misteri Naskah Lautan Mati

Kata Pengantar



Oleh: Penulis



Pada pertengahan abad 20, sekitar setengah abad yang lalu, terdapat dua penemuan arkeologi yang menggemparkan bagi dunia Kristen. Pertama, penemuan teks Injil Thomas di Nag Hamadi-Mesir pada tahun 1945. Dua tahun setelahnya, 1957, terjadi penemuan kedua berupa gulungan manuskrip di Qumran dekat Laut Mati, yang kemudian dikenal dengan Gulungan Laut Mati (the Dead Sea Scrolls).1

Bagi sebagian orang, dua peristiwa besar ini -juga penemuan-penemuan arkeologis lain yang berkaitan-, terkadang disikapi sebagai peristiwa biasa yang menghiasi majalah dan koran-koran di Barat -di Indonesia informasi tentang hal ini amatlah jarang ditemukan-. Namun jika kita mengikuti perintah Allah dalam al-Qur'an agar kita selalu melihat dan merenungkan kejadian di dunia ini, maka dua penemuan itu menjadi hal yang sangat luar biasa, apalagi bagi para pengkaji agama, khususnya bagi mereka yang getol menyuarakan paham pluralisme agama. Sebab dua penemuan tersebut tidaklah berhenti sebatas penemuan arkeologi, namun berlanjut pada kajian-kajian yang berpengaruh terhadap mainstream kehidupan beragama bagi pemeluk agama tertentu (Kristiani) yang pada gilirannya mempengaruhi hubungan antar agama, khususnya pada kedekatan pemahaman teologis.



Nag Hamadi dan Qumran.

Desember 1945, Seorang Mesir bernama Muhammad Ali pergi ke sebuah karang di tepian sungai Nile, di pedalaman Mesir dekat wilayah Nag Hamadi. Menemukan Gentong (bejana dari tanah liat) yang nyata terlihat sangat kuno dan asli. Dalam gentong tersebut terdapat 13 lembar kulit, berisi 50 risalah. Pada bagian akhir dari risalah kedua di codex II koleksi risalah, terdapat'sebuah judul tek yang telah hilang selama ribuan tahun: Peuaqqelion Pkata Thomas, Injil menurut Thomas, atau Injil Thomas. Manuskrip Koptik berisikan Injil Thomas berasal dari tahun 350 masehi, sementara fragmen Yunani berasal dari tahun 200 M. Injil Thomas ini diperkirakan dari tahun 100 M, edisi paling awal diperkirakan dari tahun 50-60 M.2 Perlu diketahui bahwa Injil Thomas tidak berbentuk cerita naratif seperti 4 Injil lainnya, namun berisi perkataan-perkataan Yesus, kalau dibaca oleh seorang Muslim tampak seperti penulisan Hadits -tapi tanpa sanad-. Melihat tingkat keaslian dari Injil Thomas -walaupun dianqgap gnostik-, serta cara penyajiannya, para sarjana Bible mulai mengkaji dengan cara membandingkan isinya dengan 4 Injil sinoptik yang diakui oleh Gereja (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes). Semangat yang mereka bawa adalah, menjawab pertanyaan umum: "Apa sebenarnya yang disabdakan oleh Yesus?" Dari kajian 75 sarjana Bible terkemuka yang bersidang selama 6 tahun, keluarlah hasil kajian mereka yang dikenal melalui laporan berjudul "The Five Gospel" pada tahun 1993. Pertanyaan itu akhirnya terjawab dalam sebuah kesimpulan dalam laporan mereka bahwa, dari Injil-Injil yang ada, hanya terdapat 18% saja yang diperkirakan asli perkataan Yesus, sementara sisanya....?. Hasil kajian ini tentu saja membuat geger dunia Kristen. Lain dari pada itu, satu hal yang patut dicatat bahwa, dari 114 sabda Yesus dalam Injil Thomas, tidak satupun ada pernyataan ataupun isyarat terhadap doktrin "penyaliban" atau penebusan dpsa melalui kematian Yesus di tiang kayu salib.

Penemuan kedua tahun, 1947 di Qumran, oleh seorang anak (penggembala kambing) bernama Muhammad Ad-Dib. Gulungan manuskrip yang ditemukan berisi tulisan kitab Perjanjian Lama, oleh sebuah komunitas yang diidentifikasi sebagai salah satu sekte Yahudi, yaitu sekte Esenes. Tulisan-tulisan mereka memberikan gambaran tentang masa-masa awal sejarah Kristen, keterkaitan gerakan Nazaren (pengikut Yesus dari Nazaret) dengan sekte Esenes, dalam komunitas ini terdapat seorang Nabi yang sezaman dengan Yesus yaitu Yahya As, atau Yohanes Pembabtis-menurut tradisi Kristen-. Penemuan arkeologi ini akhirnya mendorong sekian banyak pemerhati Kristologi untuk mengkaji naskah-naskah tersebut. Beragam kajian dari masing-masing peneliti mulai bermunculan, baik para peneliti Barat maupun Timur. Buku yang ada dihadapan pembaca ini adalah salah satu hasil penelitian oleh pemerhati dari Mesir. Salah satu kesimpulannya bahwa sekte Esenes berkaitan erat dengan masa awal sejarah Kristen. Ia bahkan memprediksi bahwa "Guru bijak" yang diceritakan berseberangan dengan "Pendeta jahat" dalam Naskah Gulungan Laut Mati, adalah Yesus-itu sendiri. Hal ini ia perkuat dengan kajian terhadap nama Isaiyah yang tertulis sebagai nama kelompok tersebut, sebenarnya adalah Esenes.

Kajian-kajian tentang the Dead Sea Scrolls amatlah banyak, diantaranya yang membuat geger dunia Kristen adalah laporan Barbara Theiring, dalam bukunya "Jesus the  Man". Dari penelitiannya selama 20 tahun terhadap naskah Laut Mati, Barbara Theiring mampu menyuguhkan sosok Yesus sebagai seorang manusia, yang menikah (bahkan berpoligami), juga meninggal secara wajar dan bukan ditiang salib. Secara umum, kajian terhadap Naskah Laut Mati, lebih menempatkan Yesus sebagai sosok manusia yang pernah ada dalam sejarah, dan bukan sosok imajiner yang kemudian di mitoskan dan disembah. Setidaknya, inilah inti terpenting dari hasil kajian Naskah Laut Mati.



Membaca kejadian alam

Dari dua penemuan besar seperti yang kami paparkan secara singkat di atas, mungkin kita bertanya-tanya, apa sebenarnya yang sedang berlangsung disekeliling kita? Dan pertanyaan ini berkaitan erat dengan pertanyaan: Kenapa setelah 2000 tahun, naskah-naskah itu baru ditemukan? Apakah penemuan itu berkaitan dengan dengan janji Allah dalam al-Qur'an, seperti terjemah dari dua ayat di bawah ini:



Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu arlalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?  (QS Fushilat 53)



Al Masih putera Maryam hanyalah seorang Rasul yang se.sungguhnya telah berlalu sebelumnya beherapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-keduanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanrla kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).  (QS .Al-Maidah 75).



Bagi umat Kristiani yang mungkin tidak meyakini kebenaran al-Qur'an, terdapat dalam Injil Thomas satu pernyataan Yesus sebagai berikut:



Jesus said, "Know what is in front of your face, and what is hidden from you will be disclosed to you. For there is nothing hidden that will not be revealed. Jesus mengatakan, "Ketahuilah, apa yang ada dihadapanmu, dan apa yang tersembunyi darimu akan dibuka untukmu. Sebab tidak ada sesuatu yang tersemhunyi kecuali akan dijelaskan. Thome 5:23



Makna dari pernyataan Yesus/Isa As, di atas juga sejalan dengan yang ada pada Injil Lukas 12:2, Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yanq tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yanq tersembunyi yanq tidak akan diketahui. Juga pada Markus 4:22.

Tanpa berani memastikan bahwa penemuan tersebut merupakan bukti dari janji Allah, namun sebagai seorang Muslim yang diajari al-Qur'an untuk mengkaji segala yang terjadi, kita patut meneliti dan mencari hikmah apa dibalik penemuan dari benda-benda yang sudah terkubur selama ± 2000 tahun.

Jika kita melihat perkembang sain dan tekhnologi masa kini, di mana rasionalitas ditempatkan di urutan pertama oleh dunia barat yang telah lelah dengan keimanan kepada dogma Gereja. Maka penelitian arkeologis dapat sepenuhnya dilakukan tanpa direcoki oleh Gereja, seperti yang pernah dilakukan terhadap Galeleo pada masa dulu. Apalagi bahwa penelitian arkeologi pada masa kini dilengkapi dengan ilmu­ilmu lain yang berbasis teknologi tinggi, seperti analisa DNA, carbon dating (untuk mengetahui masa per menit dari sampel yang dikaji), Satelit (untuk melihat outline dari daerah lokasi penemuan), serta tes kimia.4

Adalah hikmah dari yang Maha Mengetahui, jika penemuan itu terjadi pada masa sekarang, masa dimana manusia telah siap menerima penyingkapan tabir baik secara mental (obyektifitas berdasarkan sain dan bukan kepentingan kelompok agama) serta kemampuan manusia dalam memahami penyingkapan tersebut berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki. Sebab, -mungkin- jika ditemukan pada masa-masa dulu, "kepentingan" dan "ketidakmampuan"-lah yang berbicara, maka manuskrip-manuskrip itu hanya tersimpan dan mungkin tidak akan diketahui oleh umum, atau hilang lagi entah kemana. Hal yang sama telah terjadi pada Injil Barnabas yang oleh kalangan Gereja dianggap sebagai hasil bikinan seorang Muslim di [tali, sehingga kita tidak tahu apakah Injil Barnabas tersebut asli atau bukan, ia menjadi kurang bermakna -bisa disebut hilang- karena kehilangan otentisitasnya.5 Namun demikian, proses pengkajian Gulungan Laut Mati oleh para peneliti dari satu institusi agama dan pemerintah tertentu, telah menodai semangat keilmiahan sebagaimana yang diharapkan oleh para pemerhati, seperti yang diungkap dalam buku ini. Namun yang sedikit itupun telah mampu membawa perubahan.



Hikmah bagi kaum Muslim

Dalam pergaulan antar agama, terkait isu pluralisme agama yang dihembuskan oleh Barat dan diimani oleh dunia Islam, umat muslim hendaklah mampu melihat dirinya berdasarkan hal-hal yang terjadi, serta kecenderungan pada agama-agama lain yang sedang berkembang dewasa ini. Berkaitan dengan dunia I<risten, penemuan dua buah naskah sebagaimana yang kita bahas di atas, telah membawa dunia Kristen pada pengakuan akan adanya satu sesembahan saja. Artinya, penemuan yanq memperkuat kedudukan Yesus sebagai seorang manusia biasa -seperti nabi dan rasul-rasul yang lainnya-, akan mengeluarkan Yesus dari jajaran Trinitas yang diajarkan sebagai dogma oleh Gereja. Entah apa lagi yang akan terjadi sehingga Roh Kudus pun akan ditempatkan pada posisi yang sebenarnya, sebagai Malaikat. Kalaupun hal ini belum bersifatfinal, namun kajian kristologi sedang mengarah ke titik ini. Tanpa campur tangan kaum muslim pun, kedewasaan rasional manusia akan membawa kepada keyakinan terhadap adanya satu Tuhan saja yang patut disembah dan tidak terbagi-bagi dalam beberapa pribadi, seperti yang diserukan oleh otoritas Kristen. Saya katakan "otoritas", sebab kenyafaanya tidak semua umat kristiani memahami doktrin trinitas, para pendetanya pun kebanyakan menerimanya sebagai dogma dengan mengorbankan segala rasio yang dimilikinya.

Kini dengan isu pluralisme beragama umat muslim dengan riang menyatakan bahwa teologi gereja yang tidak mampu ditembus rasio, dinyatakan benar dan sama monoteisnya dengan keyakinan umat Muslim. Ada baiknya, mereka yang menyamakan teologi Islam dan Kristen mengkaji lagi makna monoteisme menaruttradisi dan kaca mata gereja, bukan dengan kacamata kita sendiri, maka kita akan tahu perbedaanya, apa makna monoteisme menurut Kristen dan apa maknanya menurut umat Islam.

Kecenderungan di dalam komunitas Barat kepada keyakinan akan adanya satu Tuhan saja, sebagai satu-satunya sesembahan, sebenarnya sejalan denqan seruan al-Qur'an dalam kerangka pergaulan antar agama, yaitu:



Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka kutakanlah kepada mereka: "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) ".

(Ali Imran 64).



Maka, menurut hemat kami, umat muslim tidak perlu menyamakan teologinya dengan yang lain, cukup menyeru kepada mereka, satu seruan yang bersifat universal dan sesuai fitrah manusia sebagai makhluq, untuk kembali kepada satu­satunya Pencipta manusia dan alam sekitarnya. Sedang soal ritual dan masalah fikh, maka yang berlaku adalah "lakum diinukum waliyadiin", bagimu agamamu dan bagiku agamaku.



Kudus, 26 Sept 2004.



Penulis