Kamis, 26 Januari 2012

Badan Arkeologi Israel Menguasai Manuskrip-Manuskrip Itu





Penemuan manuskrip-manuskrip Ibrani dan Aramik   kuno di daerah Qumran -sebelah barat laut Laut Mati- setelah perang dunia kedua merupakan harapan baru untuk mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah kuno di Palestina pada masa yang membentang antara abad kedua sebelum Masehi hingga akhir abad pertama Masehi. Pada masa ini, agama Yahudi yang didirikan oleh para pendeta telah habis kemudian mulai muncul agama Yahudi Rabinik dan Talmud. Pada masa ini juga, gereja Kristen lahir dan tersebar keyakinan tentang kelahiran dan kebangkitan Yesus.

Setelah naskah-naskah itu diterjemahkan dan dipublikasikan, kerinduan para peneliti untuk mengetahui jawaban atas banyak pertanyaan yang menjadi teka-teki selama dua ribu tahun itu pun bertambah. Namun, yang terjadi setelah itu sangatlah mengecewakan. Setelah kumpulan pertama menyebar­banyak isu dan konspirasi. Tidak diragukan lagi bahwa komposisi tim pertama yang bertanggung jawab untuk menyiapkan manuskrip-manuskrip itu telah mendorong terjadinya perkembangan negatif ini. Ketika kelompok French Dominican l'Ecole Biblique menguasai pekerjaan tim, mereka menyingkirkar. kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan khusus. Untuk itu mereka tidak memasukkan para peneliti non-Katolik. Setelah itu juga terjadi pertikaian tersembuyi antara tim manuskrip dengan lembaga arkeologi Israel sejak hari pertama jatuhnya museum Quds (Yerusalem) ke tangan pemerintah kolonial Israel pada bulan Juni tahun 1967. Namun, segala sesuatunya segera berjalan seperti semula lagi dan bertahan selama lebih dari dua puluh tahun. Kemudian berhenti saat terjadi pertikaian terang-terangan. Pertikaian ini, akhirnya mampu merampas pengawasan Katolik dan mengalihkannya ke lembaga arkeologi Israel pada tahun 1991.

Pada tahun yang sama, di London terbit buku yang berjudul Tipuan Manuskrip Laut Mati yang ditulis oleh dua orang penulis, yaitu Michael Begint dan Richard Lee. Dalam bukunya itu, mereka berdua secara terang-terangan menuduh Vatikan telah ikut campur dalam proses penerjemahan manuskrip­manuskrip Qumran dan berusaha menyembunyikan informasi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Katolik. Tuduhan ini mereka dasarkan kepada sangat lambatnya penerbitan manuskrip Qumran dari gua nomor 4. Manuskrip-manuskrip baru diterbitkan setelah empat puluh tahun sejak diketemukan. Di antara lima ratus naskah yang ditemukan di gua itu hanya seratus naskah saja yang diterbitkan. Sementara itu, tim manuskrip juga tidak mengizinkan seorang pun untuk melihat manuskrip-manuskrip yang ada di bawah pengawasan mereka. Lebih lanjut dua orang pengarang itu mengatakan bahwa l'Ecole Biblique yang menguasai program-program tim tunduk di bawah pengawasan Paus Vatikan secara langsung. Suatu hal yang bisa mengancam hilangnya teks yang bertentangan dengan Vatikan secara langsung.

Selanjutnya, di akhir tahun 1990 dan awal tahun 1991 terjadi kampanye informasi besar-besaran, terutama di koran-koran Amerika seperti News Week, Times dan Washington Post. Kampanye-kempanye itu menyerang sekelompok peneliti yang bertanggung jawab atas penerjemahan dan penerbitan manuskrip­manuskrip itu, kemudian menuduh mereka ikut serta dalam konspirasi yang dijalin oleh Vatikan untuk menghindari penerbitan beberapa hal yang tersebut dalam manuskrip-manuskrip Qumran. Selain itu, juga tersebar isu tentang adanya konspirasi untuk menghilangkan beberapa kandungan manuskrip­manuskrip Qumran karena akan bepengaruh negatif terhadap beberapa dogma Yahudi dan Kristen. Dalam waktu yang sama, keanggotaan tim ini juga tidak mencakup orang Yahudi, Muslim dan Kristen Timur sama sekali.

Di sisi lain, tujuh naskah yang ditemukan di dalam gua nomor 1 pada tahun lima puluhan telah diterjemahkan dan diterbitkan tidak lama setelah diketemukan. Memasuki tahun 1956 -ketika itu naskah masih berada di tangan Badan Arkeologi Yordania- seluruh naskah yang ditemukan di dalam gua nomor satu sudah diterjemahkan dan dipublikasikan. Setelah itu manuskrip-manuskrip yang ditemukan di dalam gua nomor 2, 3, 5 dan 10 juga diterbitkan, tepatnya pada tahun 1961 dan 1962, tetapi kandungannya tidak terlalu penting. Hanya berupa naskah-naskah Perjanjian Lama. Demikian juga yang ditemukan di dalam goa nomor 11. Manuskrip-manuskrip ini diterjemahkan pada tahun tujuh puluhan. Tetapi yang menjadi problem sesungguhnya adalah yang berkaitan dengan manuskrip-manuskrip gua nomor 4 karena berbentuk puluhan ribu potongan kecil.

Pada tahun 1952 orang Inggris G. L. Harding - yang pada saat itu menjabat direktur lembaga arkeologi Yordania- menunjuk De Voux, pendeta Katolik asal Perancis untuk menjabat ketua tim yang bertanggung jawab atas penyiapan penerbitan potongan-potongan naskah gua nomor 4. Untuk maksud ini telah ditunjuk beberapa orang peneliti kelas dunia yang berkonsentrasi di bidang studi Semit untuk membantu De Voux. Mereka ini adalah: Jean Starcky dari Perancis, Milik dari Polandia, Frank Moore Cross dan Patrick Skehan dari Amerika, John Allegro dan John Strugnell dari Inggris dan Claus Hunno Hunziger dari Jerman. Tetapi yang terakhir ini mengundurkan diri pada tahun 1958, Setelah berhenti jabatannya segera diisi oleh Maurice Baillet dari Perancis. Dalam teknisnya, naskah-naskah itu dibagi-bagikan kepada anggota tim. Sedang untuk pembiayaan, Rockefeller telah memberikan sejumlah dana sebagai biaya operasi pada tahun-tahun pertama.

Para anggota tim itu menghadapi tugas berat saat berusaha untuk menertibkan puluhan ribu potongan kecil dari kulit atau papirus kemudian mengumpulkannya berdasarkan kemiripan jenis atau tema tulisan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengetahui tempatnya dalam manuskrip pada bentuk aslinya sebelum robek. Selain itu, ini juga bukan satu­satunya tugas yang harus mereka lakukan. Ternyata potongan-potongan itu juga kotor dan bengkok. Maka dari itu mereka juga harus membersihkannya dengan hati-hati agar tidak merusak tulisan lalu menyimpannya di antara dua papan kaca untuk meluruskan dan melindunginya.

Para peneliti itu berhasil membagi ribuan potongan itu menjadi lima ratus bagian lebih. Masing­masing darinya menceminkan naskah asli. Yakni mereka berhasil mengetahui bahwa jumlah manuskrip yang tersimpan dalam goa nomor 4 itu adalah lima ratus. Dan sudah barang tentu, pekerjaan ini memerlukan kesabaran, ketelitian dan waktu yang lama. Apalagi jumlah peneliti yang bekerja dalam proyek ini sangat sedikit.

Tapi, semenjak jatuhnya museum Quds ke tangan pemerintah Israel, hanya sedikit saja dari manuskrip goa nomor 4 itu yang dipublikasikan.Ketika itu, Allegro menyiarkan berita yang menyebutkan bahwa kelompok Katolik yang menguasai tim manuskrip itu dengan sengaja menyembunyikan kandungan beberapa naskah karena bertentangan dengan ajaran­ajaran gereja. Hal itu, karena sebagian besar naskah yang ditemukan di dalam goa-goa lain hanya berupa naskah-naskah Perjanjian Lama. Jadi tidak mengandung informasi penting mengenai jemaat Qumran dan dogma-dogma khusus mereka. Sementara itu, goa nomor 4 memuat sejumlah tulisan kelompok ini dan cara mereka dalam menafsirkan Taurat. Tetapi perilaku Allegro setelah itu sangatlah aneh. Pada tahun 1970 dia menerbitkan buku dengan judul Sarapan Suci Dan Salib. Di dalamnya dia berpendapat bahwa Almasih adalah tokoh non-historis dan jemaat Kristen perdana menggunakan sarapan memabukkan dalam ritual agama mereka. Sebagai akibat dari perilaku aneh ini, seseorang tidak lagi mau menanggapi pernyataan-pernyataan Allegro setelah itu secara serius.

Dengan perjalanan waktu, sebagian anggota tim delapan itu meninggal. De Voux, pemimpin tim meninggal pada tahun 1971 dan digantikan oleh Fr. Pierre Benoit yang juga menjabat direktur I'Ecole Biblique di Yerusalem seperti pendahulunya. John Allegro dan Patrick Skehan kemudian menyusul. Akhirnya, John Strugnell menjadi pemimpin tim setelah Fr. Pierre Benoit meninggal pada tahun 1987. Strugnell ini adalah salah seorang peneliti barat yang sangat menguasai bahasa-bahasa Semit. Berasal dari Inggris, tetapi bekerja sebagai guru besar studi Perjanjian Lama di institut Devinity College di Universitas Harvard Amerika. Tampaknya, sejak menjabat ketua ini dia langsung meninggalkan gereja Protestan dan berpindah ke Katolik.

Menurut tradisi yang berlaku, apabila salah seorang dari anggota tim ada yang meninggal akan ada seseorang yang ditunjuk untuk menggantikannya sehingga jumlahnya tetap delapan. Tapi rupanya John Strugnell mengubah tradisi ini ketika merekrut beberapa peneliti Yahudi ke dalam tim yang jumlah keseluruhannya menjadi 20 orang anggota. Ternyata kebijakan ini belum memuaskan badan arkeologi Israel yang saat itu sudah memiliki kekuasaan penuh atas museum Yerusalem beserta seluruh isinya, termasuk manuskrip-manuskrip Laut Mati.

Merupakan suatu hal yang sia-sia untuk memisahkan keinginan badan arkeologi Israel untuk menyingkirkan John Strugnell dengan peristiwa­peristiwa yang terjadi setelah itu. Mula-mula dilancarkan kampanye teratur di bidang proganda pers yang dipimpin oleh tiga oeng peneliti Yahudi, yaitu: Robert Eisenman, guru besar studi Perjanjian Lama di Universitas Oxford, Herschel Shanks pimpinan redaksi Biblical Archaeological Review di Washington. Kampanye itu menuduh Strugnell telah melakukan konspirasi untuk menyembunyikan rahasia manuskrip kemudian memintanya agar mengizinkan orang lain untuk membacanya. Pada tahun 1990, Amir Drory, direktur Badan Arkeologi Israel mengangkat Emanuel Tov, guru besar di University of Hebrew Yerusalem sebagai direktur tim manuskrip di samping Strugnell, direktur resmi.

Sudah barang tentu, tindakan ini tidak berkenan di hati Strugnell. Dia bahkan difitnah melalui wawancara dengan wartawan Israel yang bernama Afi Kazman. Menurut berita yang disiarkan oleh Kazman dalam koran HaAretz, peneliti Inggris ini menganggap agama Yahudi sebagai agama yang menyeramkan. Agama itu hanyalah penyimpangan dari agama yang benar yaitu Kristen. Berdasarkan keterangan ini, pemerintah Israel menganggapnya anti Semit.

Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti apakah Strugnell benar-benar mengatakan hal itu, juga dalam kesempatan apa wawancara itu berlangsung. Sejauh yang kita tahu adalah bahwa pernyataan yang dimuat dalam koran itu adalah pernyataannya yang terakhir, baik di Israel ataupun di tempat lain. Setelah itu, Strugnell menghilang dari Yerusalem lalu muncul di sebuah rumah sakit dekat Harvard. Dia tidak boleh dikunjungi. Konon salah seorang anaknya mendapatkan keterangan dokter yang menyebutkan bahwa ayahnya menderita sakit jiwa yang membahayakan. Karena alasan itu, dokter itu mendapatkan perintah dari pengadilan untuk mengobatinya secara paksa. Setelah itu, Universitas Harvard juga memecatnya dari jabatan guru besar. Inilah berita terakhir yang kita dengar mengenai kepala tim penyiapan manuskrip Qumran untuk diterbitkan. Dia diangkat oleh pemerintah Yordania pada tahun 1954 dan menghabiskan 35 tahun dari umurnya untuk bekerja di dalam tim itu.

Pada tahun 1991, Drory juga mengeluarkan keputusan tentang pemecatan Strugnell dari jabatan ketua tim dan pengukuhan Emanuel Tov dalam jabatannya. Setelah itu, pemerintah Israel menambahkan beberapa orang peneliti Israel lain ke dalam jajaran anggota tim manuskrip, hingga jumlah keseluruhan anggota tim itu menjadi lima puluh orang. Sebagian besarnya dari orang Israel.

Pada bulan September tahun 1991, perpustakaan Huntington di San Marino, California mengumumkan kepemilikannya atas foto semua manuskrip Qumran dan tidak lama lagi dia akan membolehkan semua peneliti yang ingin membacanya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Universitas Oxford. Tetapi kita tidak tahu bagaimana dan kapan, lembaga­lembaga ini mendapatkan foto-foto tersebut. Sejauh yang diumumkan adalah bahwa pemerintah Israel mengirimkan salinan-salinan itu untuk disimpan dan tidak boleh dibaca kecuali dengan izin darinya.

Tidak lama kemudian Eisenman menerbitkan terjemah foto-foto itu di Amerika Serikat. Vermes juga menerbitkannya di Inggris. Sejak saat itu, semua orang mengumumkan bahwa permasalahannya sudah selesai, semua manuskrip sudah diterbitkan. Kemudian setelah melakukan drama yang tidak menarik di mana lembaga arkeologi Israel berpura-pura tidak menyetujui penerbitannya, bahkan akan menempuh jalur pengadilan untuk menghentikannya, tiba-tiba saja mengumumkan bahwa mereka tidak menolak penerbitan itu. Yang aneh, suara-suara yang dulu menuntut agar para peneliti dibolehkan melihat manuskrip-manuskrip yang tersimpan di museum Rockefeller di Yerusalem adalah suara-suara yang mengumumkan kepuasannya atas semua yang telah terjadi dan merasa cukup dengan yang ditebitkan oleh perpustakaan Huntington dan Universitas Oxford.

Apa buktinya bahwa semua naskah yang diterbitkan itu adalah naskah yang datang dari manuskrip Qumran? Apa pula bukti yang menunjukkan bahwa yang diterbitkan itu adalah seluruh manuskrip yang ada di museum? Hingga saat ini, belum pernah terbit suatu penjelasan mengenai isi goa nomor 4 dari institusi yang secara resmi diserahi tanggung jawab untuk menyiapkan penerbitan manuskrip. Di samping itu juga tidak ada keterangan terperinci lain yang menekankan atau menafikan kebenaran naskah yang sudah diterbitkan di Inggris dan Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar